Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Memutuskan Persahabatan, Karena Harga Diri Mertua Penting di Mata Saya

12 Februari 2021   20:12 Diperbarui: 12 Februari 2021   20:18 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya hidup jauh dari mertua. Jika ingin bertemu bapak dan ibu mertua, harus menyediakan waktu dan ongkos lumayan. Jadi dalam hitungan tahun, barulah bisa sungkem pada keduanya.

Tapi begitu saya bisa bertemu, saya tidak menyia-nyiakan waktu. Sebisa mungkin saya duduk dekat-dekat, sampai aroma mereka menempel di ingatan saya. Saya akan menyentuh kulit ibu mertua dengan pijatan kecil, sehingga saya hafal kulitnya yang lembut. Sesering mungkin saya mengajaknya ngobrol, biar saya ingat bagaimana suara dan logat Makassar beliau.

Nyatanya semua itu akan berlalu. Pastinya setiap pertemuan akan berujung perpisahan. Suatu waktu saya akan kembali pulang ke rumah sendiri. Jauh di lain pulau.

Saya menikmati kedekatan dengan mertua, sebagai rasa hormat kepada suami saya. Kalau saya tidak menyayangi bapak dan ibu mertua, artinya saya tidak bahagia dengan suami. Itu prinsip saya. Sebaliknya, karena saya bersyukur atas kasih sayang suami kepada saya dan anak-anak, wajib bagi saya untuk mencintai kedua mertua, orang tua dari suami. Itu baru adil.

Sekian lama prinsip ini saya pegang. Lebih dari sepuluh tahun saya tetap dengan pola pikir seperti tersebut. Lalu pada suatu hari, saya melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana sahabat saya memperlakukan ibu mertuanya di rumah tangganya.

Perasaan terkejut, seketika meninggalkan kesan kurang baik di kepala saya. 

Sahabat saya berpiknik ria bersama suami dan anak-anak di suatu hari minggu, meninggalkan ibu mertua sendirian di rumah, hanya dengan sepotong singkong yang telah dikupas tetapi belum direbus atau digoreng di dalam tudung saji. Tanpa satu pun makanan lain di meja makan tersebut. 

Tapi baiklah saya bisa mengabaikannya.

Di hari yang lain, saat saya berkunjung, lagi-lagi sahabat saya sedang tidak di rumah. Sang ibu mertua, jelas kegirangan karena merasa bakal ada yang menemani. Kami ngobrol untuk beberapa lama. Sampai saya mendapatkan informasi wanita lansia tersebut pernah hampir pingsan menahan sakit dan kelelahan, karena pergi-pulang berjalan kaki ke tetangga yang jaraknya sekitar seratus meter, akibat asam urat menyerang. 

Saya mengangguk-angguk, membayangkan bagaimana seorang nenek tertatih menahan nyeri, untuk bisa pulang ke rumah anak lelakinya yang kebetulan berada di atas bukit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun