Aku mengangguk-angguk. Rupanya ini yang sering membuatnya gundah dan bersandar pada dinding abu-abu kusam.
"Ngga mencoba kerja serabutan?"
"Susah Bu, suami saya tua, ngga ada yang mau ngajak kerja..."
Hampir aku tergelitik. Ayah Rido memang terpaut usia sekitar dua puluh tahun dengan istrinya. Entah bagaimana keduanya berjodoh. Mungkin sudah suratan.
"Bapak, masih kerja?"
Yang ia maksud adalah suamiku. Aku mengangguk saja tanpa mau banyak kata.
"Kapan Bu, covid ini pergi?"
"Kalau semua sudah normal, sekolah sudah aktif lagi, saya mengandalkan pemasukan dari kantin. Lumayan buat bayar sewa rumah dan makan..."
Sesaat matanya berbinar, mengingat masa-masa murid-murid SD ramai belanja di kantinnya. Sebenarnya ada tujuh pilihan, Â tapi kantin mama Rido yang paling ramai.
Sebelum berpamitan, aku menyelipkan sejumlah uang ke tangan gadis kecilnya yang sudah sibuk bermain lagi. Antara malu dan senang, tersirat dari wajah ibu muda ini.
Malamnya, selepas sholat isya suamiku pamit ke rumah bos. Ada urusan yang mau dibicarakan, katanya. Sepulang nanti baru menikmati makan malam.