Oleh Sizuka*
Joko Widodo, tak ada habis-habisnya berita dibuat mengenainya. Bagaimana awak media tidak memberitakannya, setiap gerakan yang dilakukan adalah sebuah gebrakan. Terobosan demi terobosan disajikan secara bertubi-tubi dalam kecepatan tinggi. Dari urusan membersihkan kali, menata pemukiman kumuh dan transportasi hingga membenahi birokrasi. Ia mengembalikan peran pemerintahan pada hakekatnya, melayani.
Jokowi, menjadi idola baru Indonesia yang muncul dari kalangan birokrat, ini tak banyak terjadi. Virus demam Jokowi terus menjalar keluar DKI, membuat keki para pejabat tinggi yang merasa tersaingi, membuat iri para warga provinsi tetangga yang ingin memiliki gubernur seperti Jokowi. Gubernur dengan dedikasi sangat tinggi, memang sulit untuk tidak memujinya.
Baru dua pekan menjabat Gubernur DKI Jakarta, tapi gerakan perubahan yang diusungnya mengundang decak kagum. Perilaku melayani yang ditunjukkan dan sekaligus diintruksikan pada segenap perangkat bawahannya untuk diterapkan, memanen banyak pujian. Masyarakat dibuat tergagap-gagap dengan perubahan yang teramat cepat. Pemukiman kumuh di bantaran sungai akan ditata menjadi kampung susun deret, pasar tradisional yang becek akan diremajakan, Puskesmas dan RSUD kelas III digratiskan, kartu sehat dan kartu pintar akan dibagikan awal November ini. Angkutan massal berbasis rel untuk mengurangi kemacetan juga menjadi pemikiran serius.
Tak berhenti di situ, usai melakukan sidak ke kantor-kantor kelurahan dan kecamatan pada pekan pertama usai dilantik menjadi gubernur, minggu berikutnya Jokowi langsung mengundang para perangkatnya dari lurah, camat hingga walikota. Sang Gubernur memaparkan konsep birokrasi yang melayani pada mereka. Kantor kelurahan dan kecamatan ingin diubahnya bak kantor perbankan, yang bagus, sejuk berpendingin udara, ruangan terbuka dan petugas yang ramah serta melayani warga layaknya memperlakukan nasabah.
Semua misi Jokowi terdengar begitu indah, membuai kita seperti hendak memasuki negeri dongeng dengan pemimpin berbudi mulia, yang menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat. Tak ada yang berlebihan karena sejatinya inilah hakekat pemerintahan yang benar. Seperti kita ketahui teori pemerintahan adalah dimana sekelompok warga membayar pajak untuk dikelola kelompok lain yang diberi mandat untuk memimpin dan lantas mengembalikannya dalam bentuk pelayanan publik. Hakekat itulah yang sedang diluruskan oleh Gubernur Joko Widodo dan pasangannya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Semua jadi terasa istimewa karena terlalu lama masyarakat tidak merasakan indahnya menjadi rakyat yang terlayani. Dan terlalu lama seperti tidak ada pemerintahan karena tidak adanya pelayanan.
Meski belum terealisasi, masyarakat setidaknya telah terhibur dengan harapan baik yang diperoleh dari langkah-langkah perencanaan yang dipersiapkan secara sungguh-sungguh oleh duet maut ini. Harus dicatat, masyarakat kita sangat teruji kesabarannya. Berkali-kali menanti janji perbaikan dari pemerintah sebelumnya, tapi ketika belum dipenuhi dengan alasan belum tersedia anggaran atau masih butuh waktu, toh masyarakat dapat memaafkan dan memaklumi. Apalagi harapan baik itu muncul beriringan dengan kerja keras yang dilakukan kedua pemimpin ini untuk mewujudkannya. Pastilah hal ini membuat hati rakyat berbunga-bunga dan rela menunggu realisasinya disertai dukungan do'a dan partisipasi.
Namun kita tahu persoalan kota Jakarta sangatlah kompleks, dari persoalan banjir yang rutin menyambangi ibukota, pemukiman kumuh, para pendatang penyandang masalah sosial hingga masalah kemacetan yang telah mencapai stadium akut. Adakalanya kita menyangsikan 'kemampuan' gubernur berperawakan kerempeng itu, sanggupkah ia menggarap semua tugas maha berat tersebut. Di setiap berita kegiatan Jokowi yang tersebar di berbagai media online, para komentator selalu memanjatkan do'a untuk kesehatan sang gubernur. Ini merupakan bukti kekhawatiran warga karena Jokowi bekerja super keras melebihi energi dan kondisi fisik orang rata-rata.
Meski tampilan visualnya kurang meyakinkan tapi soal ketegasan jangan ditanya. Jokowi adalah pemecat berdarah dingin, ia tak segan-segan memecat siapapun perangkatnya yang tak mengikuti sistem yang dibangun. Pertama ia melakukan sidak dan mencatat temuan-temuan ketidakberesan di lapangan, lalu ia memanggil para perangkat terkait untuk diberi pengarahan mengenai paradigma tata kelola pemerintahan yang ia bangun. Setelah melalui tahap itu seorang Jokowi akan membebas-tugaskan setiap aparat yang tidak sejalan dengannya. Mengenai 'perangai sadis' Jokowi ini, seorang Video Journalist asal Solo dimana Jokowi sebelumnya memimpin kota itu, dalam sebuah jejaring sosial mengingatkan 'orang' Jakarta.
"Woooh...kalian jangan main-main dengan walikotaku itu ya, biarpun kerempeng, senyam-senyum tapi dia sangar lho. Di sini dah banyak pejabat yang dipecat-pecatin," tulis Denik Apriyani (22thn).