Mohon tunggu...
Ayom Budiprabowo
Ayom Budiprabowo Mohon Tunggu... Insinyur - Bersyukur dan berpikir positif

Alumni Undip, IKIP Bandung dan STIAMI. Pernah bekerja di SPP Negeri Ladong, Universitas Abulyatama Aceh dan Pemda Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekspor Benur Lobster Dilarang, Budidaya Lobster Dikembangkan

27 Juni 2021   15:35 Diperbarui: 27 Juni 2021   15:42 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik kebijakan ekspor benur lobster atau benih bening lobster (BBL) era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti maupun Edhy Prabowo, akhirnya disudahi dengan  terbitnya Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan(Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Melalui kebijakan ini Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono resmi melarang ekspor benur lobster. Jadi benur lobster (Panulirus spp) sebagai sumberdaya ikan ekonomis tinggi milik bangsa Indonesia hanya boleh dibudidayakan di dalam negeri sampai ukuran konsumsi. Selanjutnya bisa diekspor dengan nilai tambah yang tinggi.

Pertimbangan kebijakan ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budidaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara dan pengembangan budidaya lobster.

Suatu kebijakan (baru)  tidak serta merta memuaskan semua pihak, walaupun telah melalui evaluasi dan pengkajian yang relatif lama terhadap implementasi kebijakan sebelumnya. Sebab masyarakat perlu adaptasi secara perlahan hingga bisa menerima dan menerapkannya dengan baik.

Demikian juga dengan terbitnya Permen KP Nomor 17 Tahun 2021, menurut  Pak Yoga, nelayan benur lobster sekaligus sebagai pengepul di Palabuhanratu, bahwa nelayan semakin susah karena harga benur per ekor hanya Rp. 4.000,-  padahal saat masih bisa ekspor harganya Rp. 12.500,- .

Sedangkan tanggapan dari Pak Dadin, nelayan yang  merangkap sebagai pengolah ikan teri dan pembudidaya ikan laut-lobster di Simpenan, berharap pemerintah benar-benar serius untuk mengembangkan budidaya lobster di Indonesia agar para penangkap benur lobster tidak bingung kemana mereka harus menjual hasil tangkapannya dengan aman dan nyaman, tidak ada rasa was-was.

Adapun sharing pendapat dari Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, beliau berharap juknis budidaya lobster (terbaru) segera terbit dan disosialisasikan agar bisa diaplikasikan nelayan dan pembudidaya. Selain itu perlu mendatangkan praktisi budidaya lobster untuk melatih masyarakat perikanan hingga mampu membesarkan BBL sampai ukuran 5 gram atau lebih sebagai batas minimal lobster boleh dijual.

Prihatin terhadap nelayan yang selama ini sebagai sumber benih lobster tapi tidak bisa menangkap benih lobster karena lokasinya  tidak sesuai untuk usaha budidaya. Disamping menyayangkan jika lokasi budidaya bukan di daerah sumber benih, maka tidak bisa mendapatkan benih lobster dari sumber benih karena dilarang melalulintaskan benih lobster.

Berikut ketentuan yang terkandung dalam Permen KP Nomor 17 tahun 2021, yaitu :  Penangkapan BBL hanya untuk pembudidayaan di wilayah negara Republik Indonesia (Bab II pasal 2 ayat 1). Pembudidayaan BBL wajib dilakukan di wilayah provinsi yang sama dengan lokasi penangkapan BBL (Bab II pasal 3 ayat 1).

Ketentuan lain bahwa penangkapan BBL harus memperhatikan estimasi potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan masukan dan/atau rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Bab II pasal 2 ayat 2).

Selain itu penangkapan didasarkan pada kuota dan lokasi penangkapan BBL yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan masukan/rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Bab II pasal 2 ayat 3).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun