Ikan nila (Oreochromis spp) merupakan ikan konsumsi air tawar yang diintroduksi dari Afrika tahun 1969. Sekarang ikan yang termasuk hewan omnivora atau pemakan segala banyak dijumpai di kolam budidaya maupun perairan umum karena cepat berkembangbiak dan relatif mudah dibudidayakan.
Keunggulan ikan nila adalah dagingnya tebal dan citarasanya lezat sehingga sangat digemari masyarakat Indonesia. Biasanya dikonsumsi langsung dalam bentuk segar dengan cara digoreng atau dibakar tapi ada sebagian masyarakat yang kurang suka  makan ikan karena bau amis dan duri. Padahal kandungan gizi ikan sangat baik untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan.
Meskipun begitu telah dilakukan upaya agar ikan bisa diterima dan dikonsumsi masyarakat, antara lain dengan menghilangkan bau amis dan membuat aneka ragam produk olahan ikan.
Begitu juga yang dilakukan  Kelompok Wanita Tani (KWT) Saluyu.  Berdiri tahun 2006 di Kp. Babakan Limbangan RT 01/02 Desa Sukaraja Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Mengembangkan usaha pengolahan ikan berbahan dasar ikan nila (2007). Ikan nilanya diperoleh dari hasil budidaya anggota kelompok karena  memang di sekitar lokasi KWT Saluyu banyak pembudidaya ikan nila. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan mengapa ikan nila menjadi bahan baku utama dan menjadi produk olahan unggulan.
Usaha pengolahan ikan nila terus berlanjut hingga kemudian seksi usaha pengolahan ikan KWT Saluyu dilembagakan menjadi Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) Saluyu (2011). Dibina  Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi beserta instansi terkait lainnya.
 Berikut beberapa produk olahan Poklahsar Saluyu, yaitu nugget ikan nila, pangsit ikan nila, dendeng ikan nila, kerupuk amplang ikan nila, crispy ikan nila (baby fish, tulang ikan, crispy kulit, kepala ikan), abon ikan nila, kembang goyang ikan nila, brownis ikan nila dan brownie cookies ikan nila yang jumlahnya mencapai 15 jenis. Hampir semua bagian ikan dimanfaatkan menjadi produk olahan sehingga  minim limbah. Produk olahan berbahan dasar ikan nila paling banyak diproduksi daripada jenis ikan lainnya.
Unit Pengolahan Ikan (UPI) Poklahsar Saluyu  telah memenuhi syarat sanitasi dan hygiene sebagaimana ketentuan yang berlaku. Maka keamanan bahan pangan tersebut terjamin dan layak dikonsumsi. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dari KKP untuk pengolahan ikan nila crispy, dendeng ikan (fish jerky) dan brownis ikan (fish brownie). Ini merupakan inovasi  kelompok saluyu yang patut diapresiasi karena pemasarannya sudah meluas ke berbagai daerah di Indonesia.
Produk olahan ikan dengan merek dagang "Saluyu Food" telah dilengkapi dengan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sertifikasi Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) Â dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi.
"Saluyu Food" dipasarkan  melalui berbagai saluran, seperti Yogya Supermarket, Toserba Selamat, Gerai Dekranasda Kabupaten Sukabumi dan toko-toko lain yang ada di Sukabumi. Selain melalui media massa, seperti  Instagram, Youtube, Facebook, WhatsApp,  online shop (Shopee, Tokopedia).
Sudah banyak prestasi yang ditorehkan Poklahsar Saluyu, antara lain Sukabumi Awards 2019 dan penghargaan Adibakti Mina Bahari dari KKP sebagai juara III tingkat nasional  untuk kategori kelompok perikanan mandiri terbaik (2015).
Liputan tentang usaha pengolahan ikan kelompok saluyu telah ditayangkan di media televisi, seperti SCTV, Trans TV, Trans 7, TVRI Â Nasional-Jawa Barat dan Net TV.
Poklahsar Saluyu semakin dikenal sehingga banyak dikunjungi berbagai kalangan dari luar daerah, seperti poklahsar, kementerian, perangkat daerah, mahasiswa dan pelajar untuk praktek kerja lapangan atau  tujuan lain.
Namun sekarang produksi dan pendapatan UMKM Saluyu mengalami penurunan. Menurut Ibu Nurhasanah (19/1/21), selaku ketua Poklahsar  Saluyu (kelas madya), bahwa selama pandemi covid-19, omzet Poklahsar Saluyu mengalami penurunan. Biasanya diperoleh  omzet sebesar 40-45 juta rupiah/ bulan dengan  menghabiskan ikan nila 400-600 kg/bulan dan ditangani oleh 10 orang dari 20 orang anggotanya. Namun sekarang hanya memperoleh 15 juta rupiah/bulan dengan menggunakan bahan baku ikan nila sebanyak  200 kg/bulan.Â
Produksinya  menurun karena kunjungan tamu atau pembeli  berkurang, selain dihapusnya  kegiatan semacam bazar sebagai imbas pandemi covid-19.  Walaupun demikian, Poklahsar Saluyu tetap tampil dengan membuat  produk ikan siap goreng dan siap saji yang  pemasarannya mengoptimalkan penggunaan media massa.
Bantuan dari pemerintah  telah diterima dan dirasakan manfaatnya, seperti peralatan pengolahan ikan dari KKP (13/11/20) dan bantuan (BLT) Rp 2.400.000,- untuk penguatan modal usaha UMKM.
Sekarang anggota KWT saluyu berjumlah 115 orang  (90 % perempuan, 10 % laki-laki) dengan bermacam usaha, seperti pengolahan ikan, pertanian, budidaya perikanan dan pembuatan asesoris. Kegiatan kelompok tetap berjalan, diantaranya pertemuan rutin anggota untuk membahas berbagai hal, hanya saja waktunya menjadi 3 bulan sekali (sebelumnya sebulan sekali) dengan menerapkan pembatasan jumlah peserta.
Ibu Nurhasanah berharap Poklahsar Saluyu bersama poklahsar lainnya bisa diikutsertakan dalam program pemerintah, seperti gerakan memasyarakatkan makan ikan, dimana pemerintah membeli produk poklahsar atau poklaksar mengolah ikan hasil budidaya secara bergantian untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk sosialisasi gerakan memasyarakatkan makan ikan dalam rangka pemenuhan gizi untuk pencegahan stunting.Â
Sebab harga ikan relatif murah tapi mengandung berbagai zat yang sangat bermanfaat, antara lain omega 3 untuk proses perkembangan otak pada janin, perkembangan fungsi syaraf dan penglihatan bayi. Mengandung serat protein yang pendek sehingga mudah dicerna. Kaya akan asam amino, seperti taurin untuk merangsang pertumbuhan sel otak balita. Juga mengandung vitamin A, D, B6, B12 dan mineral, seperti zat besi, yodium, selenium, seng dan fluor yang baik untuk metabolisme tubuh (Wikipedia).
Dari sekian banyak sumber protein hewani yang ada, ikan sangat tepat untuk mendukung program perbaikan gizi, bahkan sangat baik dikonsumsi oleh semua usia, mulai dari kandungan ibu, yaitu bagi ibu hamil hingga setelah lahir, yaitu bagi bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa hingga bagi usia lanjut di atas 60 tahun.
Demikian semoga pandemi covid-19 segera berakhir dan poklahsar kembali bangkit seiring semakin banyaknya  masyarakat yang mengkonsumsi ikan berikut produk olahannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H