BANGKIT
Karya Ayma Arsyaningrum
Katanya pedang emas bangsa
Tetapi atribut masih lebih diutamakan dari strategi peperangan
Katanya harta paling berharga
Tetapi kesempatan berkarya dibiarkan tertelan zaman
Wahai para tikus bertopeng, wahai para manipulator yang terselimuti eloknya performa
Lagaknya bak paling tau segalanya, tetapi kalkulator masih jadi teman belanja
Lagaknya bak penguasa alam, tetapi masih pakai nama palsu di media
Jadi, apa sasaran tembakmu?
Sadarlah, seleksi alam bukan sekadar dongeng belaka
Dari beribu pemuda yang terjun ke lapangan, tak semua mencapai garis akhir
Dan untuk menghasilkan mutiara, dibutuhkan perjuangan sebuah tiram
Maka jadilah rembulan diantara beribu bintang
Tak hirau siapa dan dimana
Tak hirau keunggulan dan kelemahan
Abaikan kondisi ekonomi dan lingkungan
Tebalkan telinga akan cercaan juga perundungan
Lihatlah cara Bapanda bertempur demi darah dagingnya
Perhatikanlah bagaimana Bapanda menghadang malam
Semata mengupah tarbiah buah hatinya
Namun tengoklah betapa buah aksi ananda yang memicu kehampaan
Menghapus paksa asa sang Bapanda
Sebenarnya, apa yang ia nantikan?
Apakah kebinasaan kasatmata dari tanah kelahiran?
Atau deru tangis orang sekitar memandang nisan yang terukir identitas Bapanda?
Bangkitlah, hapuslah noda hitam sebelum tempo buruk berkunjung dengan desak
Ketahuilah, bahwa tak ada dosa yang tak termaafkan
Alihkan pandanganmu dari senda gurau yang fana
Lepaslah topengmu, tentukan arah pertempuran
Tengoklah betapa sejarah mewarisi beribu bimbingan
Pindahkan tahta kepemimpinan dari gelapnya hawa nafsu menuju akal sehat
Pijakkan kakimu dan melangkahlah tuk memecah angan menjadi nyata
Karena dari beribu taruna yang terhanyut gejolak jiwa muda,
Hanya segelintir yang sadar akan perubahan masa, merekalah yang tergerak untuk berkarya.
Â
      Jakarta, September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H