Mohon tunggu...
ayisatul muslimah
ayisatul muslimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semangat untuk mendapatkan gelar sarjana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg

18 Januari 2025   21:53 Diperbarui: 18 Januari 2025   21:53 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TEORI PERKEMBANGAN MORAL LAWRENCE                                        KOHLBERG

Lawrence Kohlberg, seorang psikolog asal Amerika Serikat, mengembangkan teori perkembangan moral yang terkenal yang berfokus pada bagaimana individu mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan moral sepanjang hidup mereka. Teori ini didasarkan pada konsep bahwa perkembangan moral terjadi melalui tahap-tahap yang berurutan dan bahwa individu tidak hanya belajar apa yang benar atau salah, tetapi juga mengembangkan cara-cara berpikir yang lebih kompleks tentang moralitas seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman.

Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkat besar, yang masing-masing terdiri dari dua tahap. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai ketiga tingkat dan enam tahap tersebut:

1. Tingkat Pra-Konvensional

Pada tingkat ini, keputusan moral individu didorong oleh kepentingan pribadi dan penghindaran hukuman.

Tahap 1: Kepatuhan terhadap hukum untuk menghindari hukuman (Orientasi Hukuman dan Kepatuhan)

Pada tahap pertama, individu memandang moralitas sebagai aturan yang harus dipatuhi untuk menghindari hukuman. Seseorang pada tahap ini biasanya berperilaku baik agar tidak mendapatkan konsekuensi negatif, seperti hukuman fisik atau sanksi sosial.

Tahap 2: Kepentingan pribadi dan pertukaran (Orientasi Instrumental dan Relatif)

Pada tahap ini, moralitas dipahami lebih sebagai pertukaran timbal balik. Seorang individu akan melakukan sesuatu yang dianggap baik jika mereka merasa ada imbalan atau keuntungan pribadi yang didapatkan. Di sini, tindakan moral lebih berfokus pada keuntungan yang diperoleh daripada kewajiban moral atau kepentingan umum.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini, individu mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang peran sosial dan aturan yang berlaku di masyarakat. Moralitas berfokus pada menjaga hubungan sosial dan mematuhi norma yang diterima oleh masyarakat.

Tahap 3: Konformitas terhadap harapan orang lain (Orientasi Good Boy-Good Girl)

Pada tahap ini, individu berusaha untuk diterima oleh orang lain dan melakukan hal-hal yang dianggap benar berdasarkan harapan orang-orang di sekitarnya. Mereka berusaha menunjukkan kebaikan, loyalitas, dan tanggung jawab agar dihargai oleh masyarakat.

Tahap 4: Mematuhi hukum dan aturan sosial (Orientasi Hukum dan Ketertiban)

Pada tahap ini, individu melihat pentingnya mematuhi aturan dan hukum yang ada dalam masyarakat. Moralitas dipahami sebagai kewajiban untuk menjaga ketertiban sosial dan kepatuhan terhadap hukum yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih besar.

3. Tingkat Pasca-Konvensional

Pada tingkat ini, individu mulai melihat moralitas dalam konteks yang lebih luas, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip etika yang lebih universal, dan mereka siap untuk menilai kembali aturan sosial jika dianggap tidak adil.

Tahap 5: Kontrak sosial dan hak individu (Orientasi Kontrak Sosial dan Hak Individual)

Individu pada tahap ini mengakui bahwa hukum dan aturan sosial adalah hasil kesepakatan masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Mereka lebih fokus pada kesejahteraan individu dan kebebasan, serta menghargai hak-hak dasar manusia.

Tahap 6: Prinsip etika universal (Orientasi Prinsip Etika Universal)

Pada tahap ini, individu mengembangkan prinsip moral yang didasarkan pada hak asasi manusia dan keadilan universal, yang diterima secara global. Mereka bertindak berdasarkan prinsip-prinsip etika ini, meskipun itu mungkin bertentangan dengan hukum atau norma sosial yang ada.

KRITIK TERHADAP TEORI PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG

Meskipun teori perkembangan moral Kohlberg sangat berpengaruh dalam bidang psikologi, beberapa kritik terhadap teori ini juga muncul seiring waktu. Beberapa kritik utama terhadap teori ini antara lain:

1. Fokus Terlalu Pada Laki-Laki

Sebagian besar penelitian Kohlberg dilakukan pada laki-laki, khususnya anak-anak dan remaja, yang kemudian dipandang sebagai representasi umum perkembangan moral. Namun, para kritikus seperti Carol Gilligan berpendapat bahwa teori Kohlberg tidak mempertimbangkan perbedaan gender dalam cara orang merespons dilema moral. Gilligan, dalam teorinya tentang moralitas perawatan, menekankan bahwa perempuan lebih cenderung mengutamakan hubungan dan empati dalam pengambilan keputusan moral, sedangkan laki-laki lebih fokus pada keadilan dan aturan.

2. Terlebih Fokus pada Rasionalitas dan Pengabaian Emosi

Teori Kohlberg lebih menekankan pada pemikiran rasional dan abstrak dalam proses pengambilan keputusan moral, yang bisa mengabaikan pentingnya faktor emosional dalam keputusan moral. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa emosi, seperti empati dan rasa bersalah, memainkan peran besar dalam pengambilan keputusan moral. Beberapa kritik menyarankan bahwa moralitas bukan hanya soal pemikiran rasional, tetapi juga soal perasaan dan hubungan antar individu.

3. Kurangnya Fokus pada Konteks Sosial dan Budaya

Kohlberg mengembangkan teorinya berdasarkan penelitian di budaya Barat, terutama dengan menggunakan sampel dari individu-individu Amerika. Hal ini mengarah pada kritik bahwa teori ini kurang memperhatikan pengaruh konteks sosial dan budaya terhadap perkembangan moral. Nilai-nilai dan cara berpikir tentang moralitas bisa sangat berbeda antara berbagai budaya. Sehingga, teori ini mungkin tidak sepenuhnya berlaku di semua negara atau budaya.

4. Tahap Moral yang Idealistik

Beberapa kritik juga menyebut bahwa tahapan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg sangat idealistis dan sulit dicapai oleh sebagian besar individu. Misalnya, tahap 6, yang berfokus pada prinsip etika universal, sangat jarang dicapai dalam kenyataan. Banyak individu mungkin tidak selalu mampu atau tidak ingin mengikuti prinsip moral yang sangat abstrak ini, terutama jika itu bertentangan dengan norma atau hukum yang ada dalam masyarakat mereka.

PENERAPAN TEORI KOHLBERG DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Meskipun mendapat kritik, teori perkembangan moral Kohlberg tetap memberikan wawasan yang berguna dalam memahami bagaimana individu membuat keputusan moral. Penerapan teori ini dapat ditemukan dalam berbagai bidang, seperti:

1. Pendidikan Moral

Salah satu aplikasi utama dari teori Kohlberg adalah dalam pendidikan moral. Dengan memahami tahap-tahap perkembangan moral, pendidik dapat merancang kurikulum atau kegiatan yang dapat membantu siswa berkembang dalam berpikir moral yang lebih kompleks. Misalnya, mengajak siswa berdiskusi tentang dilema moral dapat membantu mereka bergerak ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

2. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi dan Bisnis

Teori Kohlberg juga dapat diterapkan dalam konteks pengambilan keputusan di tempat kerja atau dalam organisasi. Misalnya, pemimpin atau manajer yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi cenderung membuat keputusan yang lebih adil dan mempertimbangkan kesejahteraan karyawan atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, teori ini dapat digunakan untuk melatih pengambilan keputusan etis dalam dunia profesional.

3. Pendekatan dalam Konteks Hukum

Sistem peradilan dan hukum juga dapat mengambil pelajaran dari teori Kohlberg. Misalnya, pemahaman tentang perkembangan moral dapat membantu hakim atau pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan alasan moral yang lebih mendalam dalam menilai pelaku kejahatan atau merancang kebijakan yang berhubungan dengan keadilan sosial.

Beberapa bidang yang terpengaruh oleh teori Kohlberg, antara lain:

1. Pendidikan Etika dan Pengembangan Karakter

Banyak sekolah dan institusi pendidikan yang mengadopsi pendekatan pendidikan berbasis perkembangan moral Kohlberg. Misalnya, diskusi dan debat mengenai dilema moral digunakan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan empatik. Pendidikan moral semacam ini bertujuan untuk membantu individu tidak hanya memahami peraturan, tetapi juga menghargai keadilan dan hak asasi manusia.

2. Kebijakan Publik dan Keadilan Sosial

Teori Kohlberg juga berperan dalam merumuskan kebijakan publik yang lebih adil. Misalnya, pada tingkat pembuatan kebijakan, terutama dalam sistem hukum dan keadilan sosial, prinsip moral yang lebih tinggi seperti keadilan dan hak asasi manusia menjadi landasan dalam membuat keputusan. Pada tahap lebih lanjut, pendekatan moral yang menekankan pada kesetaraan dan pengakuan hak asasi dapat mendorong pembaruan hukum untuk melindungi minoritas dan memastikan akses yang setara bagi semua warga negara.

3. Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Sosial

Dalam dunia kepemimpinan, teori Kohlberg dapat membantu pemimpin mengembangkan pola pikir yang lebih adil dan bertanggung jawab. Pemimpin yang berada pada tahap yang lebih tinggi dari perkembangan moral mungkin lebih cenderung untuk mengambil keputusan yang mempertimbangkan kesejahteraan kolektif dan keadilan sosial, dibandingkan dengan hanya mengutamakan keuntungan pribadi atau kepentingan kelompok tertentu. Oleh karena itu, banyak pelatihan kepemimpinan yang memanfaatkan konsep-konsep dari teori Kohlberg untuk membangun karakter yang lebih etis.

Kesimpulan

Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg memberikan kontribusi yang besar dalam bidang psikologi, khususnya dalam memahami bagaimana moralitas berkembang seiring berjalannya waktu. Meskipun teori ini telah mengalami kritik dan pengembangan lebih lanjut, prinsip dasar yang diajukan Kohlberg tetap relevan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, hukum, dan kepemimpinan. Dengan memperhatikan perkembangan moral yang lebih luas dan mengintegrasikan faktor-faktor emosional, sosial, dan budaya, teori ini terus memberikan wawasan yang berharga bagi kita dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan etis.

Referensi 

Kohlberg, L. (1981). Essays on Moral Development: Volume 1 -- The Philosophy of Moral Development. San Francisco: Harper & Row.

Narvaez, D. (2010). Neuroscience and Moral Development: An Integrated Approach. In M. J. Lapsley & F. C. Power (Eds.), Moral Development and Reality: Beyond the Theories of Kohlberg and Hoffman (pp. 75-92). New York: Oxford University Press.

Gibbs, J. C. (2014). Moral Development and Reality: Beyond the Theories of Kohlberg and Hoffman. New York: Oxford University Press.

Blasi, A. (1983). The Morality of Action: Moral Development and the Personality. New York: Springer-Verlag.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun