Pernah merasa sangat bahagia dalam hidup?
Aku pernah. Berdua menghabiskan waktu dengan orang yang paling aku sayangi. Rani benar-benar ciptaan tuhan yang sangat sempurna dan dia diciptakan untukku. Kami dipertemukan dengan cara yang aneh. Rani adalah seorang penari yang hebat dan aku seorang jurnalis alam.
Kami sudah 1 tahun menikah dan menjalani hidup penuh cinta dan romantisme. Ini bukan kisah cinta, ini adalah kisah Rani seorang penari yang sedang tersesat secara fisik dan mental.
"permainan aktor tadi bagus" kataku.
"haha iya aku sepakat tapi tubuhnya kaku" balas Rani.
"mungkin dia harus datang ke sanggar tari mu untuk belajar olah tubuh"
"hahaha, akan kubuat tubuhnya elastis"
Rani bergegas masuk mobil karena memang saat itu sedang hujan deras. Aku juga bergegas menyusulnya dan merapikan payung lalu menghidupkan mobil. Sepanjang perjalanan Rani terus menatapku disertai senyumnya yang sangat manis.
"kau tau sayang, mamaku pernah bilang kalo senyum disaat hujan itu bagus untuk kehamilan?"
"ehm, aku baru dengar ada teori sperti itu. Ibumu seorang dokter ya?"
"haha, bukan. Aku tidak senang dengan seorang dokter"
"kenapa?"
"karena ada profesi dokter maka membuat orang-orang sakit bergantung dengan keahlian mereka"
"bukankah memang sudah seperti itu. Kita hidup di dunia ini diciptakan untuk saling membutuhkan"
"aku tidak butuh siapapun di dunia ini kecuali kamu sayang"
Perkataan Rani itu yang membuat aku tiba-tiba merasa di atas awan yang sedang dipenuhi bintang-bintang yang penuh warna.
"kamu mau aku kasi hadiah engga?" tanyaku sambil pelan-pelan memberhentikan mobil ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna merah.
"kamu kan tau aku paling suka hadiah apalagi kalo hadiahnya dari kamu"
"kalo gitu tutup mata dulu dong biar jadi kejutan"
"ni udah tutup mata. Kamu mau kasih kejutan apa?"
Tiba-tiba dari arah belakang mobil kami terdengar suara klakson mobil dan juga teriakan orang-orang yang tidak jelas. Kepalaku terasa sakit dan saat mulai sadar aku sudah tau sedang berada di rumah sakit dari bau obat-obatan yang sangat tajam.
"Rani? Dimana dia?" tanyaku pada seorang suster
"wanita yang bersama anda sedang berada di ruang UGD" jawabnya ambil menenangkanku
"antar aku kesana!"
Diruangan yang penuh dengan alat-alat kedokteran dan mesin-mesin yang terlihat seperti menjadi penjaga Rani.
"Anda berdua sungguh beruntung dapa selamat dari kecelakaan maut itu" kata dokter yang mengecek kesadaran Rani.
"Apa yang terjadi? Dia baik-baik saja kan dok?" desakku.
"Dia akan baik atau tidak tergantung semangatnya mengalahkan kondisi komanya" jawabnya datar.
Sangat ingin aku berada disampingnya saat ini, tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Perban memenuhi wajahnya, selang infus yang lumayan besar tercucuk erat di tangannya, Rani lebih mirip mumi sekarang.
"Ini aku bawakan bunga untukmu sayang, kamu mimpi apa hari ini?"
"tau ngga? Tadi aku ketemu sama temanmu, katanya minggu depan dia menikah"
"malam ini gerhana bulan, aku janji ngerekam semua detik-detiknya terus nanti kita liat sama-sama"
"aku sayang kamu"
Aku terduduk di sofa yang letaknya di samping ranjang Rani. Hari ini ulang tahunnya yang ke 25 dan dikamarnya ini banyak terdapat berbagai macam ukuran dan hadiah yang dibawakan oleh teman dan keluarga. Satu tahun sejak kecelakaan itu Rani masih terbaring di tempat tidur, tidak pernah berbicara, tidak pernah bergerak, bahkan matanya pun tidak pernah terbuka, hanya detak jantungnya yang lemah yang dapat menyatakan bahwa dia masih hidup.
"halo? Baiklah saya segera kesana"
Ada kabar baik, orang tua Rani yang berada di luar negeri datang dan sekarang sudah berada di rumah sakit.
"kamu tidak seharusnya berada di sini sayang"
"secepatnya kita harus bawa dia ke New York Pa"
"ia dia layak mendapatkan yang terbaik"
Sebenarnya aku tidak bertemu dengan orang tua Rani sebelumnya. Rani bilang dia di sini ikut bersama tantenya. Rani dan orang tuanya memang tidak akur karena mereka memaksanya untuk sekolah di jurusan hukum sedangkan Rani ingin bergelut di bidang seni.
"maaf, apakah Tuan dan Nyonya orang tuanya Rani? Tanyaku dengan hati-hati
"ia benar dan kamu adalah Yusuf kan?" sambar pria yang aku duga ayahnya Rani
"benar sekali tuan, saya Yusub suaminya Rani"
"Kami akan membawa Rani kembali ke New York"
"Bagaimana dengan saya tuan, saya adalah suaminya dan saya akan merawatnya di sini"
"Lupakanlah dia! Lagi pula kami tidak pernah tau dia sudah menikah"
"memang tuan karena Rani mengatakan orang tuanya menyerahkan semua hidupnya kepada dia sendiri"
"Dia pergi dari New York karena mengejar impiannya yang tidak menguntungkan untuk masa depannya"
"Tuan, aku mohon jangan menghina impian Rani dan sayakatakan lagi kami sudah menikah"
"diam kamu anak muda" teriak sang ayah kepadaku
"sudah pa, dan kamu Yusup terima kasih sudah merawat Rani selama ini, di New York dia akan mendapatkan perawatan yang lebih baik, dan bila ada waktumu silahkan datang kerumah dan kita bicarakan ini semua dengan kepala dingin" sang ibu mencoba menenangkan.
Semua kulakukan demi kesembuhan Rani. Aku sayang dia, dan ini sudah satu bulan berlalu dan kabar yang aku dapat dari ibunya bahwa Rani hilang ingatan dan tidak mengingat apapu yang terjadi padanya saat dia sudah berada di Indonesia. Ayah Rani mengataka jangan pernah megganggu kehidupan Rani karena sekarang dia memulai lagi hidupnya yang baru menjadi anak orang kaya, menjadi seorang mahasiswi hukum, dan menjadi istri seorang direktur muda.
"Rani, malam ini gerhana bulan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H