Yah, awan lamunan hilang.
"Ngopi dulu lah, ngopi. Ini sudah diseduh, sayang kalo dibuang."
"Nggak ah."
"Nganterin film kan cepet, paling sepuluh menit juga nyampe pake alat canggih gituan mah. Nyantai aja, ngopi. Ingin dikenalin Miss Jini, gak?"
"Gak, saya cuman pengen kenalan sama Isyana Sarasvati, Gita Gutawa, Sherina Munaf, Maudy Ayunda, siapa lagi ya? R for Raisa." Aku tegas, tak ingin ngopi, titik.Â
Dari percakapannya yang seakan memaksa, curiga datang tiba-tiba. Aku mulai merasakan gelagat aneh dari paman satu ini. Mulai teringat kembali kasus yang menghebohkan jagat digital beberapa puluh tahun silam, Si Mirna diracun Si Anida. Ngeri aku, jangan-jangan orang ini hendak menghapus nyawaku. Kopi di cangkir itu mungkin telah diberi sesuatu oleh Miss J tadi.
Smartphone berbunyi lain dari biasanya, "Doorerere mifaa lalalala lasii doorefaamii soree. Doorerere mifaa lalalala lasii doorefaamii soree. Doorerere mifaa lalalala lasii doorefaamii soree." Sebuah notifikasi bahaya tertampil dari Agen Blue Sea. Bahwa, berdasarkan analisa data yang dipancarkan dari flashdisk itu dan diterima satelit, mengindikasikan proteksi digital telah retak. Pula sebuah foto wajah dengan tanda silang merah berkedip-kedip sekian lama.
"Hm, saatnya mencoret dahi orang yang berada sangat dekat denganku," dia bukan paman rekanku, hanya seorang profesor kepala botak bergigi ompong, yang nampak di wajah itu imitasi semua. Ternyata orang inilah otak dari pembajakan film selama ini. Berdalih sebagai teknisi resmi, ia tega menyelundupkan film dan menjualnya di pasar gelap tanpa penerangan --listriknya dicabut PLN soalnya.
"Om, ada nyamuk di wajah tuh. Tutup mata sekejap ya!"
Ststt.. Aku menyemprot dahinya dengan cat berwarna pink, biar terkesan sangarrr.
"Selamat, kini Om berada dalam kendali Agen Blue Sea, distributor film bioskop negeri Entuh Berentuh. Mulai detik ini, Om dapat tertawa setiap jam, menangis setiap hari, sendu, galau, pokoknya bawa perasaan terus deh selama setahun ke depan. Heheehee."