Penghargaan terhadap peran dan sumbangsih seorang ibu, tidak dapat diberikan hanya bentuk imbalan uang, tetapi lebih dari itu. Secara psikologis harus diapresiasi dengan penghormatan kasih dan sayang dari seisi rumah, terutama dari sang ayah.
Pekerjaan mengatur rumah tangga bagi kaum ibu (istri) memerlukan seperangkat potensi kejiwaan, memerlukan imajinasi jauh lebih banyak dibanding dengan pekerjaan suami. Bahkan duapuluh empat jam, ibu bekerja membutuhkan perangkat kejiwaannya, untuk bekerja demi kelangsungan hidup seisi rumah.
Mari kita mencoba merenung apa yang dikerjakan oleh kaum ibu. Pekerjaan yang tampaknya ringan tetapi tidak dapat dikerjakan oleh laki-laki. Contoh dari pekerjaan dapur. Untuk urusan makan di dapur adalah pekerjaan ibu. Berbelanja yang tampaknya sangat sederhana ini, tentu memerlukan pemikiran kreatif dan perlu pertimbangan manajemen yang efektif dan efisisien.
Dalam hal-hal pekerjaan kecil dari seorang wanita (ibu) inilah, yang harus mendapat dukungan dari kaum laki-laki. Termasuk dalam proses mendidik anak-anak sejak kecil, ibu mempunyai peran penting, namun meski demikian ayah juga ikut bertanggung jawab dalam mendidik anak sejak dini.
Proses pendidikan keluarga, agar anak tertanam kepercayaan diri, berkepribadian unggul dan muncul kemadirian, orang tua harus menjadi teladan. Dalam konsep pendidikan, ajaran Ki Hajar Dewantara Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan menjadi contoh), adalah modal bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Peran Ibu Lebih Dominan
Seorang ibu merupakan guru pertama bagi anak. Kebanyakan anak lebih dekat kepada ibu daripada ayahnya. Apa yang di perintahkan ibu, akan dilakukan anak dengan tulus, jika proses pendidikannya didasari rasa kasih sayang. Dengan jalinan komunikasi yang baik dan tulus, antara ibu dan anak-anak akan menumbuhkan kebahagiaan hidup di rumah.
Bicara tentang kebahagiaan keluarga, eksistensi ibu menjadi faktor penentu. Kedudukan ibu dalam rumah tangga sangat berarti dalam mengantarkan kebahagiaan hidup bagi anak-anak dan suaminya. Tidak ada di dunia ini, yang menyebut keluarga sakinah mawaddah warrahmah, tanpa menyebut kemulyaan hati seorang ibu. Keluarga yang utuh harus dibagun dari sistem kehidupan yang harmomis, antara ayah, ibu dan anak-anaknya. Dan ibulah satu-satunya orang yang menjadi poros pencetak identitas keluarga sakinah tersebut.
Mencermati realitas kehidupan seperti itu, maka seorang ibu harus mempunyai seperangkat ilmu, sikap dan keterampilan, terutama dalam ilmu pendidikan dan ilmu jiwa anak.
Hampir duapuluh jam dalam satu hari satu malam, ibu memegang peranan dalam mengasuh anak-anaknya. Karakter dan kepribadian seorang ibu akan melekat pada diri anak, karena hanya ibulah yang setiap detik dan menit bergelut dengan anaknya. Anak mulai lahir sampai remaja, dan dapat tumbuh berkembang menjadi anak sehat dan berkepribadian baik, adalah berkat ddidikan dan kasih sayang seorang ibu.
Sebuah ungkapan surga di bawah telapak kaki ibu, tidak dapat dibantah lagi. Ungkapan ini mengandung filosofi hidup yang bernilai tinggi untuk dijadikan perenungan dalam membangun kepribadian anak dalam rumah tangga. Karena hanya ibulah yang mempunyai derajat yang paling tinggi di dalam keluarga.
Ikhlas Menjadi Ibu
Mari kita merefleksikan kehidupan yang menjadi campur tanagan dan tanggung jawab seorang ibu. Selama sembilan bulan sepuluh hari, ibu mengandug janin bayi dengan ikhlas, dengan belaian kasih sayangnya. Bayi terlahir dari rahim ibu adalah berkat perjuangan, antara hidup dan mati dipertaruhkan. Bayi mungil yang tidak berdaya itu dapat tumbuh dan berkebang secara normal, berkat kekuatan batin dan raga seorang ibu.
Siang dan malam seorang ibu tidak pernah kenal lelah, dan tidak putus asa dalam merawat dan membesarkan anak-ananknya. Karya terbesar bagi ibu dan hal ini sangat membanggakan, kalau seorang ibu dapat mengantarkan anak-anaknya menjadi anak yang patuh dan berbakti kepadanya.
Dalam perjuangan hidup, rata-rata ibu rumah tangga menggunakan daya intelektual, emosional dan spiritual yang sangat tinggi. Ibu yang mempunyai anak bayi, mulai dari malam sampai fajar menyingsing sudah bangun, ngurus bayi yang ngompol (kencing) dan e-ek (buang air besar). Selain itu pagi hari, masih ada kegiatan mencuci piring dan pakaian, menyapu dan ngepel lantai, memasak untuk makan pagi dan sejenisnya. Siang dan sore menyiapkan makan untuk anak dan suaminya dengan menu yang berbeda. Bahkan malam menidurkan anak bayinya dan setelah itu membangunkan suaminya. Begitu seterusnya setiap hari secara rutin.
Dan hal tersebut harus diakui, bahwa mengurus rumah tangga lebih jlimet, dibandingkan urusan pekerjaan kantor. Seorang suami yang bijaksana, harus menghargai betapa hebatnya seorang istri menjadi figur sentral tanpa tanding dalam mrngstur rumah tangga. (Aydandelion)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H