Alhamdulilah saya bukan carier, tapi yang jelas pemeriksaan kehamilan di UK memang benar-benar menyeluruh. Saya teringat pepatah sedia payung sebelum hujan yang cukup ironis bahwa negeri yang sangat liberal bahkan gak kenal Tuhan tapi menjalankan pepatah tersebut berbeda dengan kampung halaman dengan budaya timurnya dan lebih religius tapi terlalu berpasrah diri (baca: cuek) dan jika sampai ada kejadian yang tak diinginkan, merespon antara pasrah atau menggugat tenaga medisnya.
Intinya selama proses kehamilan dan pemeriksaan yang dialami istri semuanya berbeda dengan anak pertama kami. Kehamilan ini, selain pemeriksaan darah istri yang menyeluruh, saya juga harus diambil darah.
Setiap kali kontrol sama bidan, istri harus memberi sampel urine dari pipis pertama di pagi hari untuk cek protein and gula. Tensi darah dilakukan oleh bidan termasuk mendengar detak jantung bayi.
Bidan juga kadang membawa asisten yang notabene mahasiswa jurusan kebidanan, semacam KKN bagi si mahasiswa nya juga. Konsultasi dengan bidan dilakukan di poliklinik dekat flat saya dan terhitung 2 kali bidan home visit.Â
Tapi ketika di rujuk ke rumah sakit untuk USG, maka yang melakukan USG juga bidan atau perawat, bukan dokter. Tidak ada menunggu sampai lebih dari 30 menit baik di poliklinik maupun rumah sakit, semua kunjungan sesuai dengan jadwal dan GRATIS bahkan untuk semua tes-tes tersebut tidak ada yang namanya kami disuruh kesana kemari (alias di ping pong), nunggu di ruang tunggu sampai lumutan, mendapat pemeriksaan yang buru-buru seakan tenaga medisnya lagi kejar setoran, mendapat senyum dan sapaan yang ramah seakan kami pasien kelas 1 padahal cuma NHS (setara BPJS bahkan lebih baik).
Akankah BPJS Indonesia bisa seperti NHS UK? Yah, selamat berkhayal, semoga jadi kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H