Mohon tunggu...
Ayu Rurisa
Ayu Rurisa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Teknik Mekanika

Environtmentalist

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Fiski ' Terjebak Imajinasi '

1 November 2017   07:17 Diperbarui: 12 September 2020   08:30 15052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak menyukai mereka; orang-orang kurang kerjaan yang hobinya menggosipkan orang lain dibelakang, yang mendedikasikan masa muda mereka dengan cinta monyet, bicara dengan terkikik, serta mereka yang tersipu-sipu di depan senior yang menurutku sama sekali tidak keren. 

Dan tentu saja mereka tidak menyukaiku, aku juga tidak peduli. Toh mereka tak ada pengaruhnya dalam hidupku. Aku memiliki duniaku sendiri. Dunia imajinasi buatanku yang penuh dengan segala hal yang kusuka. Dunia dimana semua orang menyayangiku dan penuh dengan orang-orang baik.

Bicara soal dunia imajinasi, aku punya banyak dunia imajinasi yang bervariasi. Dunia-dunia itu berjajaran dan  tersusun rapi di labirin besar, di otak cemerlangku. Tapi entah mengapa mereka selalu menyebut otak cemerlangku sebagai otak bebal. Mengabaikan semua gagasanku mentah-mentah. Dan kupikir aku tidak pernah ambil pusing tentang itu semua. Biarlah mereka bahagia dengan argumennya mengenai diriku. Sudahlah aku harus segera bergegas sekarang.

Drrtt...drrrt....beep.

Aku mengikat tali sepatuku erat-erat, merapikan jas hujan dan payung, bersiap untuk pergi. Hujan pagi ini sangat lebat dengan petir yang senantiasa menyambar. Aku tak tahu seberapa cepat jantungku bedegup sekarang. Aku sangatlah takut dengan petir. Para pengendara motor mulai berebut tempat untuk berteduh. 

kurasa petir memang semakin mengganas. Akupun juga memutuskan untuk mencari tempat berteduh. Aku melihat sebuah kafe kecil di pinggir jalan. Kugerakkan kakiku untuk berjalan ke kafe itu. Aku tiba di depan pintu kafe bersamaan dengan sepasang kekasih yang kurasa juga berteduh di kafe ini. Kutaruh payung kuningku di dekat pintu masuk sebelum aku bersiap untuk masuk.

Tempat ini bergaya seperti Romawi kuno dari luar dan bergaya bagai istana Prancis dari dalam. Kafe ini memiliki tujuh lantai dan semakin keatas semakin mewah juga mahal.Kecil tapi mewah itulah kesan pertama yang aku dapat saat memasuki kafe ini. Rambut yang tersisir rapi, Jas juga gaun lengkap dengan sepatunya memenuhi pemandangan di dalam sini.

Kulihat seseorang berjalan kearahku. Seorang pria yang kemungkinan semumuran denganku. Dia berjalan sambil melambaikan tangan padaku seakan aku sudah mengenalnya. Aku membalas senyuman hangatnya dengan tulus. Bukan karena apa, hanya saja aku tidak ingin dianggap sebagai orang yang angkuh. Dia berhenti tepat di depanku, memandangku seperti aku adalah species baru. Lalu kulihat bibir seksi itu tersenyum lebar-lebar. Baiklah, aku benci untuk mengakui bahwa Ia sangat tampan.

" Hai, apa kabar ? " tanyanya ramah.

" Yah, seperti biasa aku selalu dalam keadaan terbaikku, " jawabku enteng.

" Haha, kau masih sama seperti dulu. Tak berubah sama sekali, " balasnya yang sukses membuatku berpikir. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya ? aku tidak pernah merasa aku bertemu dengan orang ini sebelumnya.

" Hahaha, tentu saja. " aku membalasnya lalu dia tertawa dan aku juga tertawa. Aku tidak mengerti mengapa aku tertawa yang benar-benar tertawa lepas.

Lalu dia mengajakku untuk berjalan menuju lift dan dia memencet lantai teratas yang setahuku itu khusus untuk para tamu VIP. Aku berdiri di sebelahnya, meliriknya secara diam-diam berharap dia tidak merasa terganggu. Hanya ada kita berdua di dalam lift itu. Dan aku mulai berfirasat kalau kami akan terjebak di lift ini. Apakah aku mengharapkannya ? tentu saja tidak.

" Apakah di dalam sini hujan ? " dia berbicara sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dengan punggung yang menyandar di dinding lift. Aku sempat tertegun untuk beberapa detik karena pose yang membuatnya semakin tampan. Segera aku melihat pada diriku sendiri, kurasa tidak ada yang salah denganku. Dandanan yang luntur ? aku tidak berdandan saat aku bergegas tadi pagi. Jilbab putih polos, kaos putih dengan lengan yang berwarna biru tua -- senada dengan celana jeansku serta sepatu kets putih yang tidak seputih saat aku berangkat tadi  dan jangan lupakan jas hujan basah yang masih kupakai.

" oh, maafkan aku, aku lupa untuk melepasnya " sambil bergegas melepas jas hujan.

" berikan padaku, biar aku yang membawanya "

" terima kasih " 

Ting

Pintu lift terbuka dan menampakkan pemandangan yang pernah aku lihat sebelumnya. Sungguh jika kalian pernah memasuki istana Cinderella atau Diamond Catsle mungkin kalian bisa membayangkan tempat ini. Begitu mewah, dipenuhi degan kilauan berlian dan emas.

Keluar dari pintu lift ini, kami langsung disambut dengan Red Carpet dan para pelayan di kanan-kiri. Dari sini aku bisa menyimpulkan bahwa lelaki disampingku ini adalah bangsawan kaya raya.

Pelayan-pelayan itu menyambutku dengan hangat dan menuntunku ke suatu ruangan yang kutahu sebuah kamar. Mereka mempersilahkanku masuk, mempersiapkan gaun putri untuk kemudian kupakai dan juga mereka mendandaniku bak putri raja.

Kurang lebih sekitar lima belas menit aku selesai untuk didandani. Jujur saja, aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini. Memang sempat kudengar dari lantai bawah tadi jikalau ada keluarga bangsawan yang sedang menyewa lantai VIP ini.

Para pelayan itu mengantarku untuk pergi ke ruang makan bergabung dengan tamu yang lainnya. Aku menolak untuk diantar oleh mereka. Bagiku lebih baik mereka memberi tahu rute-nya dan aku akan berjalan dengan diriku sendiri. Tenang saja aku adalah orang yang mudah untuk menghafal jalan, mereka mengizinkanku.

Aku menelusuri galeri ruangan ini. Lukisan-lukisan abstrak bergaya yunani kuno menghiasi  dinding tua tempat ini.  

Cerita tentang Sinclair yang mengontrak Demian demi merasakan hidup di dua dunia berbeda, terang nyata dan kelam yang mencekam. Lukisan The Fallen Angel,makhluk- makhluk mitologi Yunani seperti Pegasus, Citrus, Drherk terpajang rapi di sejajaran muka dinding. Aku terus berjalan hingga aku terpana pada satu lukisan setelahnya aku mersa pusing. Kemudian, lelaki itu datang menghampiri.

" apa yang kau lakukan disini ? cepatlah, semua orang sudah menunggumu. " katanya dengan halus.

" maafkan aku "  aku menunduk dan menurut mengikuti langkahnya.

Kami pergi dan tiba di ruang makan. Sungguh demi apapun, aku sama sekali tidak terkejut dengan pemandangan yang ada di depanku. Semua orang berpakaian bak seorang bangsawan kerajaan romawi kuno. Lagi --lagi aku tidak mersa ini sesuatu yang asing bagiku.

Tempat seperti kerajaan ini, bapak-bapak berdandan raja, ibu-ibu cantik juga penyihir berpakaian lumut, penguin hujan tropis serta kerbau tanduk rusa sebagai hidangan makan ; semua terasa seperti sudah tidak asing lagi bagiku ; hanya seperti duniaku sendiri; dunia imajinasiku.

Aku duduk di kursi yang berada di ujung meja; yang satu ada lelaki itu yang sekarang menatap lurus kearahku ; tatapan kejam penuh kelicikan. Sayangnya aku sama sekali tidak terkejut ataupun takut. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku sudah tidak merasa asing dengan semua relativitas ruang dan waktu yang terjadi disini; aku hanya saja merasa berada di duniaku sendiri. Kuamati dalam-dalam wajah lelaki itu, caranya menyantap makanan; tertawa dengan yang lain; dan sungguh dia sangat tampan ; sama persis dengan apa yang selama ini berada di imajinasiku. Tapi tunggu, aku mulai takut. Apakah aku berada dalam dunia imajinasi itu sekarang ?

Kuedarkan pandangan ke sekeliling dan ya, ini adalah salah satu dari sekian banyak dunia imajinasiku. Aku menunduk mencoba untuk tenang dan berharap semua akan baik-baik saja. Tiba-tiba petir menyambar; membuat lubang di atap  ruangan ini; menghasilkan serpihan- serpihan berlian tajam bertaburan. Dan aku menyaksikan dua orang hancur terkena jatuhan lampu berlian itu.

Semua orang mulai berteriak ketakunan; terkena serangan jantung; pingsan secara sia-sia; meringkuk konyol disudut ruangan; dan juga berebut lift. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku; aku mulai sadar ternyata ini dunia imajinasiku. Tapi bagaimana bisa aku kembali pada imajinasi yang sebelumnya pernah aku imajinasikan.

Lantai bergetar menjatuhkan semua propeerti yang ada. Kemudian, muncul serpihan api yang semakin membesar.

Tepat dihadapanku kepala orang dengan mata melotot jatuh di hadapanku. Aku pernah merasakan ini sebelumnya. Tapi sayang, pikiranku kelud untuk memikirkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadilah, aku hanya berdiam diri di kursiku. Karena , aku berpikir aku bisa keluar dari imajinasi ini jika aku menghentikan imajiasiku; seperti mimpi yang menghilang saat kita membuka mata.

" cepat, pergi dari sini ! " teriak lelaki tampan itu dari mulut pintu yang kuingat namanya Daisy ; salah satu karakter ciptaanku.

" kenapa aku harus pergi ? akulah yang menciptakan peristiwa ini. Jadi aku bisa dengan sesuka hati menghentikan semua yang terjadi disini. " tentu saja aku menjawab dengan sombongnya.

" kau bodoh, sungguh kau memanglah manusia terbodoh yang pernah aku temui selama hidupku. " dia membantah dan duduk meringkuk di bawah jendela. Bisa kulihat dari ekspresi wajahnya kalau dia sangat membenciku sekarang.

" Katakan saja aku ini bodoh. Toh tidak ada orang yang menyukaiku apalagi peduli. Siapa juga yang akan peduli dengan kematianku ? tidak ada satupu. " jawabku enteng.

" Kau harus ingat jikalau masih ada ayah dan ibumu juga kerabat dekatmu yang selalu memikirkanmu, menerima apa adanya; juga kau hanya menutup diri selama ini ; menganggap semua orang membencimu padahal kau belum mencoba untuk mendekati mereka. Kau tahu, mereka mendekatimu untuk kebaikanmu bukan untuk mencari keuntungan. Kumohon , tidak kami semua meminta padamu. Tolong, sadarlah dari semua ini, berhentilah memakan darah daging, berhentilah dari semua imajinasi buatanmu dan jug..........."

" Banyak bicara kau ! "

Darah segar baru mengalir membanjiri karpet sutra yang sudah kembung darah. Lemparan berlian itu berhasil membelah wajah tampan yang sempat membuatku terjatuh. Aku bingung untuk bersedih atau behagia. Kesalahan yang sama telah kuperbuat pada orang yang sama di dunia yang berbeda. di tengah silau Istana, mendengarkan kutukan kelaparan, atau menghirup bau busuk darah saudara tercinta, kejahatan yang berteriak keras ke surge.

Tuhan telah menghukum saya memang! Tapi jiwaku lebih besar lagi dari pada murka-Nya; dalam satu desahan yang dalam, aku bisa memaksa seluruh dunia menarik ke dalam hatiku.

Aku menatap langit- langit yang sudah tidak indah lagi. Ada banyak lukisan disitu dan ada juga tulisan.

Mata terbakarku tertuju pada awan putih besar

 Lembaran berkelok-kelok raksasa

Membuka gulungan panjangnya yang lambat di wajah langit

Membuat sampahnya sayap yang terlepas dari malaikat

Aku ingat itu adalah kutipan dari buku harianku. Ah , aku suka pemandangan di sekitarku. Orang -- orang menangis memohon- mohon pertolongan yang kupikir sia-sia; potongan bagian tubuh manusia; teriakan kesakitan; dan segala kekejaman yang ada. Aku sungguh menikmati suguhan indah ini.

Aku merobek selembar kertasku; keinginan menakutkan menyiksa aku tanpa henti, seolah-olah beberapa ular mencekik terus di dalam. Aku melirik ke belakang, dan melihat asap reruntuhan berapi-api yang tertinggal; kegelapan malam juga penderitaan dunia.

Aku bangkit dari tempatku dan mengeluarkan sihir secepatnya, di atas sofa pelacur dan di atas tempat tidur para kaisar yang wangi. Kebencian dan iri hati, kesombongan dan kemurkaan, tuangkan dari bibirku secara simultan ucapan. Pada siang dan malam saya bekerja. Berjemur di wadah dengan wangi mawar.

Haruskah  Aku berlomba di dunia nyata memerangi kepribadian gelapku; menyerah pada keputusasaan; atau membanggakan diri dengan bangga ?

Kadang aku percaya bahwa aku mewujudkan seluruh dunia, dan semua itu aku telah terlihat terjadi dalam kebenaran, di dalam keberadaan gelapku.

Terkadang aku lelah, kehilangan akal sehatku, dan menuruti kebodohan gila imajinasiku yang paling tidak berharga dari pelayanku mengejek aku saat mereka mengasihaniku. Tidak ada makhluk yang peduli padaku; tidak di mana pun aku mencintai - baik di surga, dari yang aku adalah seorang anak perempuan, belum juga di neraka, di mana aku adalah penguasa, ataupun di bumi, di mana para pria menganggapku tuhan.

Tubuhku yang lelah, kepala yang berat, dan kaki yang lelah, tenggelam mencari istirahat. Mataku beralih ke cakrawala yang bersinar, tak terbatas, sangat besar bak tumbuh semakin tinggi dan dalam. Aku akan memakannya, seperti aku telah melahap segalanya.

Angin wangi melewati semua gorden istana. Ah, aku akan mati penuh mabuk. Lalu, sementara aku makan beberapa daging langka, hanya itu yang bisa kucicipi. Biarkan seseorang bernyanyi, terbungkus ringan, melayaniku dari piring emas dan perhatikan sisaku mengingat seorang gadis kecil akan memotong leher saudara laki-lakinya. Karena kesenangan hanyalah milikku- favorit dengan para dewa - untuk membaurkan parfum darah dengan makanan, dan tangisan korban menenangkan yang sarafku.

Malam ini aku akan membakar Roma. Nyala api akan menerangi langit, dan Korea akan bergulung dalam gelombang api. Kemudian, aku akan membangun gaharu kayu panggung untuk mengapung di atas laut Italia, dan Penduduk Romawi akan berkumpul untuk meneriakkan pujian padaku.

Gorden harus berwarna ungu dan di atasnya aku akan memiliki tempat tidur elang-bulu burung. Di sana aku akan duduk dan beristirahat. Mengayunkan kakiku dan suara musik akan membuat keributannya ombak membawaku ke kedamaian yang abadi.

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun