Tepat dihadapanku kepala orang dengan mata melotot jatuh di hadapanku. Aku pernah merasakan ini sebelumnya. Tapi sayang, pikiranku kelud untuk memikirkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadilah, aku hanya berdiam diri di kursiku. Karena , aku berpikir aku bisa keluar dari imajinasi ini jika aku menghentikan imajiasiku; seperti mimpi yang menghilang saat kita membuka mata.
" cepat, pergi dari sini ! " teriak lelaki tampan itu dari mulut pintu yang kuingat namanya Daisy ; salah satu karakter ciptaanku.
" kenapa aku harus pergi ? akulah yang menciptakan peristiwa ini. Jadi aku bisa dengan sesuka hati menghentikan semua yang terjadi disini. " tentu saja aku menjawab dengan sombongnya.
"Â kau bodoh, sungguh kau memanglah manusia terbodoh yang pernah aku temui selama hidupku. " dia membantah dan duduk meringkuk di bawah jendela. Bisa kulihat dari ekspresi wajahnya kalau dia sangat membenciku sekarang.
" Katakan saja aku ini bodoh. Toh tidak ada orang yang menyukaiku apalagi peduli. Siapa juga yang akan peduli dengan kematianku ? tidak ada satupu. " jawabku enteng.
"Â Kau harus ingat jikalau masih ada ayah dan ibumu juga kerabat dekatmu yang selalu memikirkanmu, menerima apa adanya; juga kau hanya menutup diri selama ini ; menganggap semua orang membencimu padahal kau belum mencoba untuk mendekati mereka. Kau tahu, mereka mendekatimu untuk kebaikanmu bukan untuk mencari keuntungan. Kumohon , tidak kami semua meminta padamu. Tolong, sadarlah dari semua ini, berhentilah memakan darah daging, berhentilah dari semua imajinasi buatanmu dan jug..........."
" Banyak bicara kau ! "
Darah segar baru mengalir membanjiri karpet sutra yang sudah kembung darah. Lemparan berlian itu berhasil membelah wajah tampan yang sempat membuatku terjatuh. Aku bingung untuk bersedih atau behagia. Kesalahan yang sama telah kuperbuat pada orang yang sama di dunia yang berbeda. di tengah silau Istana, mendengarkan kutukan kelaparan, atau menghirup bau busuk darah saudara tercinta, kejahatan yang berteriak keras ke surge.
Tuhan telah menghukum saya memang! Tapi jiwaku lebih besar lagi dari pada murka-Nya; dalam satu desahan yang dalam, aku bisa memaksa seluruh dunia menarik ke dalam hatiku.
Aku menatap langit- langit yang sudah tidak indah lagi. Ada banyak lukisan disitu dan ada juga tulisan.
Mata terbakarku tertuju pada awan putih besar