Aku adalah penduduk yang tinggal dekat tempat sampah umum, Â Disini bisa kau temukan penduduk sebagai pejabat yang berdiam diri dengan kemapanan, Â pejabat yang mengolah sampah berjas dan berdasi dan yang perempuannya berpakaian elegan dibalut kemeja dan hem putih dengan blazer hitam seolah akan mengisyarakat asosiasi yang berbeda. Anak-anaknya berpenampilan perlente. Akan tetapi pemulungnya jelaslah jauh dari kemapanan.
Memang tempat sampah bau akan sampah apalagi dekat WC umum tak akan mungkin bau wangi. Â Bisa kau bayangkan bagaimana aromanya? Di luar atau arena tempat sampah memang demikian, akan tetapi berbeda jikalau kau datang, singgah dan bertamu ke rumah para penghuninya, disana kau temukan aroma rumah yang penuh dengan wewangian dan penataan rumah mewah nan elegan tidak terkecuali rumahku.Â
Penarik gerobak sampahnya disana memiliki mobil mewah berkelas dan jelas bertolak belakang dengan kenyataan ada. Ironis sekali itu karena Semua jelas berbeda ketika kau memiliki secarik kertas ijazah di sector formal maka kau akan mereguk keindahan walaupun tidak semua orang memilikinya atau bernasib baik. Â Berbeda 180 derajat dengan mereka yang tidak memiliki ijazah ataupun masuk ke sector formal institusinya.
Memang tuhan adil menciptakan kelas agar si miskin membutuhkan sang kaya demi kehidupannya begitu juga sang kaya akan membutuhkan bantuan dan tenaga dari si misikin. Begitu salah satu Hadits yang kupelajari di sebuah hadist ketika aku masih kecil yakin "Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian."Â
Akan tetapi kenyataan jadi berbeda seolah sang kaya menjadi sombong dan angkuh dengan kekayaannya sehingga meminggirkan kaum miskin yang ada. Untungnya kulihat para pemulung yang notabenenya orang tidak mapan sepertinya menjalankan apa yang telah tertuang dalam Hadits "Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka.". itu asusmsiku saja, entah benar atau tidak, sabar adalah kunci dari ujian yang Tuhan berikan kepada mahluknya.
Tempat itu merupakan ajang untuk mencari rejeki dan walaupun begitu jarang sekali ada persaingan dan pertentangan antar mereka. Di tempat Pengolahan Sampah Terpadu agak jauh dari pusat kota itu pun kotor penuh dengan aroma busuk itupun ternyata terselip sebuah keindahan dari penjelmaan seorang dewi yang turun dari kayangan dan ternyata nyasar di tempat pengepulan sampah itu. Â
Para pemulung yang setiap menyetor plastic dan berbagai sampah yang bisa di daur ulang, Tapi tidak Sunarti sang pemudi yang belum genap berusia 17 tahun harus menerjang keras hidup dengan memulung. Terpaksa dia harus meninggalkan kampung halaman karena terbuai janji dipekerjakan sebagai babu demi menghidupi ibundanya yang telah udzur dan adik-adiknya yang butuh biaya untuk pendidikannya.
Tapi kenyataan lain Ketika ia pertama kali menjajakan kakinya di Jakarta dibawa oleh seorang broker yang berjanji akan menyalurkanya menjadi pembantu rumah tangga, Ternyata ia harus bekerja di tempat gemerlap yang siap menyajikan keindahan sesaat. Â
Ternyata orang yang berjanji padanya memberikan pekerjaan adalah seorang mucikari, Ia harus menanggalkan norma dan etika yang telah ia patri dalam hidupnya. Tapi ia berontak dan lari dari kenyataan dan menjelma menjadi penyakit Masyarakat. Ia terlunta-lunta hidup di jalanan, berbekal keyakinan ia punguti botol air mineral, kaleng-kaleng dan semua barang yang bisa didaur ulang ke pengepul sampah.
Memang badannya dekil tapi guratan kecantikan tak pernah pudar, betapa perempuan sibuk untuk pergi menikur dan pedikur atau suntik serum demi keindahan kulit dan wajah mereka atau luluran sementara Sunarti lulurannya dengan debu dan kotoran sampah, seolah baksil atau bakteri yang biasa mengurai sampah enggan dengan tubuhnya nan elok. Meskipun terlihat agak kumal, kusam dan kotor akan tetapi tak membuat tubuhnya sakit. Aneh memang jika memang melihatnya berkutat dengan sampah setiap hari. Â Â
 Taman sampah layaknya surga nan kemarau, semua dinikmati dalam untaian labirin. Dia tetap teguh dengan keyakinan dan kesuciannya meskipun terkadang banyak yang menggodanya. Dia tetaplah memegang norma dan etika dimana agamanya mengajarkannya bagaimana harus bersikap. Dia adalah remaja yang harus menanggalkan masa mudanya untuk bersenang-senang. Tibalah kiranya nasib baik menghantarkannya pada suatu realitas kepada nasib yang lebih baik.  Â
Pernah satu ketika kepala TPST melihatnya sedang memulung, kemudian tergiur dengan keindahan yang dimiliki olehnya. Trik pun dilancarkan demi mendapatkan Ia dari mulai mengirimi makanan melalui orang yang disuruh oleh Pak Narto sebutlah nama pejabat itu. Akan tetapi dia hanya menerima dan diberikan kepada orang lain. Dan itu diketahui olehnya, akan tetapi ia tak berhenti untuk bisa memiliki dan menikmati ranumnya Sunarti. Berbagai macam cara sudah dilakukan dari mulai pergi ke dukun untuk memelet sunarti akan tetapi hasilnya tetaplah nihil.
Berbagai trik yang dilakukan oleh Pak Narto jelaslah tak mempan oleh Narti sebab ia adalah mahluk yang meskipun serba kekurangan akan tetapi taat kepada Sang Pencipta. Ia tak terpedaya dengan materi dunia sebab yang ia lakukan adalah mencapai keikhlasan kepada Tuhan. Sampai akhrinya ia menyerah dengan keteguhan hati Sunarti.
Ketika ada waktu luang ia kumpulkan anak-anak untuk diajarkan tentang baca dan tulis meskipun ia hanya lulusan SMP, Maklum ketika melanjutkan di bangku pendidikan SMK ketika kelas 2 ia harus rela menanggalkannya karena terpaksa harus menghidupi ibu dan adik-adiknya karena harus berjuang akibat meninggalnya Ayahnya ketika ia baru saja masuk kelas 2.Â
Kondisi yang mungkin sebagian orang tidak mungkin itu dijalani akan tetapi tidak dengannya, ada orang yang datang ke keluarganya untuk menawari pekerjaan akan tetapi tidak demikian faktanya sehingga ia terlempar ke sini dimana pahit dan getir dirasakan dalam hidup ini tentunya akan berbuah manis.
Kejujuran dan keikhlasan yang Ia lakukan pada komunitas banyak diapresiasi oleh warga yang memang tak jauh dari tempat pengolahan sampah itu. Pak Narto melihatnya sebagai suatu yang baik dan terpaksa menanggalkan sisi kelelakiannya atas nama kebermanfaatan masyarakat. Pak Narto mengundang Istri dan anaknya  untuk membantu Sunarti untuk mengentaskan buta huruf di wilayah itu. Sunarti pun faham dan sedari awal menanggap Pak Narto adalah ayahnya sendiri karena memang kalau dihitung-hitung usianya hampir sama.Â
Dia adalah potret bagaimana harus bersikap karena kita harus memberikan manfaat kepada orang lain betapapun sedikit yang kita berikan, sedekah itu tidak harus dalam bentuk materi akan tetapi bisa bentuk yang lain, mirip apa yang dilakukan olehnya, menjadi guru, ustadz, ustadzah, sensei, Laose atau apalah namanya tidak harus dengan menempuh pendidikan formal dan mengajar di pendidikan formal juga.
Ia hanya mengenyam pendidikan SMP, akan tetapi ia mampu untuk merubah jagad pemikiran orang terhadap arti pendidikan yang kolot dengan penilaian akademik. Sunarti bisa menerjang arogansi pendidikan yang tidak pernah menjamah ranah masyarakat yang ia tinggali. Ia menegaskan bahwa menjadi pintar itu tidak perlu dengan sekolah, sebab acapkali buku-buku yang ia pungut ketika memulung ia kumpulkan dan menjadi taman bacaan yang jelas bermanfaat bagi dirinya dan anak-anak didiknya. Â
cerpen ini telah terbit dengan judul asli EDUCATION HERO WHO IS SINCERE WITH REALITY
pengembangan Syairku yang berjudul An Integrated Waste Management Site
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H