Pernah satu ketika kepala TPST melihatnya sedang memulung, kemudian tergiur dengan keindahan yang dimiliki olehnya. Trik pun dilancarkan demi mendapatkan Ia dari mulai mengirimi makanan melalui orang yang disuruh oleh Pak Narto sebutlah nama pejabat itu. Akan tetapi dia hanya menerima dan diberikan kepada orang lain. Dan itu diketahui olehnya, akan tetapi ia tak berhenti untuk bisa memiliki dan menikmati ranumnya Sunarti. Berbagai macam cara sudah dilakukan dari mulai pergi ke dukun untuk memelet sunarti akan tetapi hasilnya tetaplah nihil.
Berbagai trik yang dilakukan oleh Pak Narto jelaslah tak mempan oleh Narti sebab ia adalah mahluk yang meskipun serba kekurangan akan tetapi taat kepada Sang Pencipta. Ia tak terpedaya dengan materi dunia sebab yang ia lakukan adalah mencapai keikhlasan kepada Tuhan. Sampai akhrinya ia menyerah dengan keteguhan hati Sunarti.
Ketika ada waktu luang ia kumpulkan anak-anak untuk diajarkan tentang baca dan tulis meskipun ia hanya lulusan SMP, Maklum ketika melanjutkan di bangku pendidikan SMK ketika kelas 2 ia harus rela menanggalkannya karena terpaksa harus menghidupi ibu dan adik-adiknya karena harus berjuang akibat meninggalnya Ayahnya ketika ia baru saja masuk kelas 2.Â
Kondisi yang mungkin sebagian orang tidak mungkin itu dijalani akan tetapi tidak dengannya, ada orang yang datang ke keluarganya untuk menawari pekerjaan akan tetapi tidak demikian faktanya sehingga ia terlempar ke sini dimana pahit dan getir dirasakan dalam hidup ini tentunya akan berbuah manis.
Kejujuran dan keikhlasan yang Ia lakukan pada komunitas banyak diapresiasi oleh warga yang memang tak jauh dari tempat pengolahan sampah itu. Pak Narto melihatnya sebagai suatu yang baik dan terpaksa menanggalkan sisi kelelakiannya atas nama kebermanfaatan masyarakat. Pak Narto mengundang Istri dan anaknya  untuk membantu Sunarti untuk mengentaskan buta huruf di wilayah itu. Sunarti pun faham dan sedari awal menanggap Pak Narto adalah ayahnya sendiri karena memang kalau dihitung-hitung usianya hampir sama.Â
Dia adalah potret bagaimana harus bersikap karena kita harus memberikan manfaat kepada orang lain betapapun sedikit yang kita berikan, sedekah itu tidak harus dalam bentuk materi akan tetapi bisa bentuk yang lain, mirip apa yang dilakukan olehnya, menjadi guru, ustadz, ustadzah, sensei, Laose atau apalah namanya tidak harus dengan menempuh pendidikan formal dan mengajar di pendidikan formal juga.
Ia hanya mengenyam pendidikan SMP, akan tetapi ia mampu untuk merubah jagad pemikiran orang terhadap arti pendidikan yang kolot dengan penilaian akademik. Sunarti bisa menerjang arogansi pendidikan yang tidak pernah menjamah ranah masyarakat yang ia tinggali. Ia menegaskan bahwa menjadi pintar itu tidak perlu dengan sekolah, sebab acapkali buku-buku yang ia pungut ketika memulung ia kumpulkan dan menjadi taman bacaan yang jelas bermanfaat bagi dirinya dan anak-anak didiknya. Â
cerpen ini telah terbit dengan judul asli EDUCATION HERO WHO IS SINCERE WITH REALITY
pengembangan Syairku yang berjudul An Integrated Waste Management Site
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H