“Aku akan menikah” ucapnya tiba-tiba. Aku limbung.
Aku bisa merasakan kupu-kupu di perutku berterbangan dengan kasar, menarik-narik otot didalamnya, membuat mataku tertarik kebelakang, membelalak nyalang.
Apa benar kau akan menikah Arka?
Kepalaku langsung menuju ke masa di,mana pertama kali aku bertemu dengannnya, memutar kilasan bagaimana kami berkenalan, bagaimana ia menatap mataku yang langsung masuk ke relung hatiku dan menghidupkan jiwaku yang lama kubiarkan mati di dalam sana.
Dia bukan kekasihmu kanaya, tidak pernah menjadi kekasihmu. Selama ini bukankah dia memang selalu pergi, entah kemana. Dan ia akan kembali padamu hanya pada saat ia ada di kota ini, kamu bahkan tidak tahu keluarganya, teman-temanya atau segala hal tentangnya. Jika kalian bertemu kamu hanya mengajaknya masuk keduniamu sendiri kanaya, dan kau tak pernah masuk kedunianya sama sekali.
Ahhh seegois itukah aku selama ini?
Memang benar selama ini hanya sebatas itulah hubungan kami, aku akan membawanya kedalam hidupku, mengizinkannya masuk tapi tak pernah kubiarkan ia tahu apa yang ada didalam sana. Aku hanya mengajaknya menikmati kehampaan tiada berujung di balik mata hazelku.
Aku tidak berpikir sejauh ini, yang aku tahu jika dia pergi kemanapun, pasti dia akan kembali.
Tapi sekarang dia akan menikah, benarkah?
“Kapan?” kataku setelah berhasil menguasai diri.
“lusa” jawabnya seraya kembali menunduk dalam-dalam menghindari mataku.