Juga, Cinta Bikin Pusing, "... Sudah bilang sayang, balasnya cuma "Oh" .../ Teman bilang, "Udah, lupain aja!"/ Tapi mau tidur, dia muncul lagi di kepala ...."
Dan, "... Kuajak makan di warung sederhana/ Kamu cek harga, boleh nggak ekstra kuahnya?"
... (Cinta Kok Perhitungan).
Dan juga,
"... Hari pertama, kau bilang, "Aku cinta kamu!"
Hari berikutnya, "Eh, maaf, kayaknya bukan kamu."
Mulut manis bikin janji-janji surgawi,
Ternyata cuma latihan untuk kemudian pergi ..."
(Jatuh Bangun Cinta).
Coba ...?!
Rasanya pengen jitak penyair satu ini.
5. Wening Yuniasri (puisi).
Puisi-puisi Wening Yuniasri, seperti kebanyakan puisi yang ditulis perempuan, menggunakan diksi-diksi yang lembut. Tapi ia menghindar dari romantisme cinta yang lebay. Ia lebih suka memotret kehidupan sosial sekelilingnya. Kadang dengan gaya satire, tapi bukan dengan diksi yang memukul.
Wening juga membaca Nietzsche, menyelami Rumi. Bacalah! Bagaimana Wening bermetafora tentang "keedanan" Nietzsche, dipadu dengan jalan sufi ala Jalaluddin Rumi. Diterjemahkan dalam bentuk puisi yang amat bagus (Aduh, Mimin! Puisi bagus seperti ini kok nggak Pilihan, sih?).
Duduk BerbincangÂ
"Engkau mungkin memuja Nietzsche
Mengira cangkirnya adalah cangkirmu
Dengan itu kau mengukur terperinci
Segala hal satu demi satu
Di lain waktu kau kagumi Rumi
Menimbang-nimbang kehidupan
Baiknya begini aku jalankan
Bersemayam singgahku pulang
Pada tempat teraman
Biarlah Nietzsche, Rumi, duduk berbincang
Bersulang cangkir dengan riang"