Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Best in Fiction 2024 Kompasiana, Panggungnya Cerpenis?

21 Oktober 2024   16:36 Diperbarui: 21 Oktober 2024   20:50 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Tangkapan layar Kompasiana 

2. S Eleftheria (cerpen).
Cerpen-cerpen yang ditulis S Eleftheria cenderung bernuansa kelam. Hubungan kekeluargaan yang tak baik-baik saja, hingga berakhir tragis. Juga dalam mengusung tema-tema relasi sepasang kekasih. Tapi adakalanya ia bergurau dengan situasi hati yang sedang suntuk. Bagaimana tidak, ia seperti berjenaka dalam peristiwa bunuh diri. Baca saja cerpennya, Payah. Cerpen ini "kurang ajar" sekali.

Selain itu S Eleftheria mengerti kaidah-kaidah berbahasa (nyaris takada kesalahan), tapi tetap dituturkan dengan kalimat-kalimat yang lentur. Juga nampak terlihat dalam cerpennya, S Eleftheria mempunyai jelajah baca yang luas. 

Banyak pengarang yang terpenjara dalam menulis cerpen, ide-ide tidak lepas. Mereka seperti terhalang jeruji-jeruji dari hasil pelatihan menulis. Cerpen itu harus ada unsur intrinsik, ekstrinsik, gaya bahasa ini-itu, harus ada urutan subjek, predikat, bla, bla ...! Halah! Padahal semuanya itu harus ditulis mengalir, tanpa dipaksakan segala bentuk teori. Soal gaya bahasa, unsur ini-itu, otomatis akan melekat dengan sendirinya bila sang Pengarang sering menulis dan banyak membaca.

Dalam cerpen tema boleh klise, tapi intinya bagaimana kita bisa memainkan dan menjaga alur cerita (plot) tidak kedodoran. Deskripsi yang tak biasa, mungkin sedikit nyeleneh atau absurd. Penyusunan kalimat yang tidak garing. Tak menyisakan lubang yang membuat pembaca terhenti bertanya-tanya, dari awal paragraf hingga titik terakhir. Dan S Eleftheria termasuk yang bisa melakukannya.

3. Zahrotul Mujahidah (cerpen).
Tidak banyak pengarang yang mau dan bisa menulis cerita anak. Dari yang tidak banyak itu Zahrotul Mujahidah termasuk yang cukup konsisten menulis cerita anak di Kompasiana. 

Jora, demikian saya memanggil Zahrotul Mujahidah, menulis cerita anak sering dengan gaya fabel (menggunakan hewan sebagai tokohnya). Cara bercerita seperti ini memang bisa menarik perhatian anak-anak. Juga untuk menghindari pengarang terlalu jauh masuk ke dalam tokoh anak. Maka tak heran banyak cerita anak, tokohnya anak-anak, begitu pintar layaknya orang dewasa. Itu karena sang tokoh anak dimasuki pikiran orang dewasa (sang pengarang).

Bayangkan, dalam kesehariannya anak-anak sudah sering dijejali nasihat, ceramah. Di rumah, oleh orang tuanya. Di sekolah, oleh gurunya. Belum lagi di tempat kursus, pengajian. Mereka sebenarnya ingin menghindar sejenak dari semua itu. Dan itu bisa didapatkan dari dunia fiksi. Tapi nyatanya, sama saja.

Cerita anak yang baik (ini juga berlaku untuk cerpen yang lain), ia dapat menceritakan "tubuhnya" sendiri. Pembaca tak perlu dicekoki segala nasihat, banyak khotbah, dan sebagainya. Dan Zahrotul Mujahidah cukup bisa masuk dalam peran itu.

4. Rika Apriani (puisi).
Saya sedikit heran, kenapa pengarang perempuan (puisi maupun prosa) sulit memasukkan unsur humor dalam karya-karya mereka. Begitu remuk-redam kah hidup ini, hingga dalam bentuk karya pun sulit mengajak pembaca untuk tersenyum?

Puisi-puisi Rika Apriani menjawab, bisa.

Masalah keruwetan cinta, lewat puisinya, dianggap seperti lucu-lucuan. Gaya ungkap bodo amat, khas anak Gen Z. Rika Apriani seperti ingin mengirim pesan, "Serius-serius amat hidup lu!" Judul-judul puisi yang anti mainstream. Ada Cinta Rasa Roller Coaster, Trapesium Cinta, dan lain-lainnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun