Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mulyono, Tone Deaf, dan Bahasa-Bahasa pada Setiap Kurun Kekuasaan

30 Agustus 2024   09:16 Diperbarui: 30 Agustus 2024   09:16 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era Presiden SBY, kebebasan bersuara lebih terbuka. Bahasa-bahasa tidak lagi lahir dari pusat kekuasaan, tapi dari kalangan masyarakat. Dalam suatu aksi demo ada seorang pendemo membawa seekor kerbau yang tubuhnya diberi tulisan Si BuYa, mengacu pada nama SBY, menggambarkan tindakan Presiden SBY yang terkesan ragu-ragu (atau lamban) dalam mengambil keputusan. Bahkan cover Majalah Tempo pernah memberi judul, Selalu Bimbang Ya?

Dan era Presiden Jokowi adalah di mana kegiatan media sosial begitu masif. Begitu bebas. Muncullah bahasa-bahasa dari masyarakat, yang berhadap-hadapan dengan kekuasaan.

Ada politik indentitas, buzzer, survei bayaran, Aseng-Asing, begal konstitusi, Mahkamah Keluarga, Mahkamah Adik, belimbing sayur, samsul. Binatang pun menjadi tersangka: cebong, kampret, kadrun (kadal gurun). Nama negara lain ikut terseret, dengan konotasi rasis: Cina, Yaman.

Harus dimasukkan pula revolusi mental, infrastruktur, tol, IKN, dan kerja, kerja, kerja.

Yang sarkasme dan pejoratif. Gorong-gorong, plonga-plongo, dungu, Konoha, hingga dinasti politik.

Dan Mukidi. Dan Mulyono.

Mulyono, tadinya saya tidak tahu apa maksudnya. Ternyata itu nama kecil Jokowi. Ini langsung ditangkap oleh kelompok yang tak suka kepada Pemerintah, dijadikan peluru sebagai kata ganti untuk nama Jokowi. Rezim Mulyono.

Tone Deaf ikut berkibar.

Tone Deaf adalah istilah musik yang berarti tuli nada. Istilah ini dapat juga diartikan untuk orang yang tak peduli, tak punya empati, terhadap sekelilingnya. Diksi ini kembali mengemuka karena melihat gaya hidup hedonis dari istri Kaesang, Erina Gundono, yang dianggap nirempati dengan situasi masyarakat. Erina plesiran ke AS menggunakan (diduga) jet pribadi. Ditambah pameran harga roti seharga 400 ribu rupiah.

***

20 Oktober nanti akan berganti dengan pemerintahan baru. Tentu diiringi bahasa-bahasa baru, istilah baru, yang bisa menjadi penanda rentang kekuasaan. Di kemudian hari bahasa-bahasa itu mungkin bisa terus bertahan atau bahkan tak dipakai lagi. Menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun