Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laut, Daratan, Langit

15 April 2024   06:52 Diperbarui: 15 April 2024   07:11 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sepasang kekasih. Gambar oleh Jonathan Borba/ Pexels 

Ini bukan hanya soal dirimu, tapi tentang kita. Bicara "kita" tentu aku terlibat di dalamnya.

Begini.

Tiba-tiba saja aku ingin meniru orang-orang dahulu kala, mengirimkan surat dalam botol. Lalu kularungkan ke tengah laut. Ombak mengombang-ambingkan, membawa hingga ke sebuah daratan. Sebuah tempat yang takada dalam peta.

Baca juga: Membaca Langit

Seseorang, kuharap dirimu, menemukannya. Kamu tersenyum membacanya. Membalas lewat pos: "Telah kubaca kata-kata, terlalu banyak kalimat yang kemarau. Datanglah! Di sini mungkin kita dapat menciptakan hujan."

Aku datang? Tentu tidak. Karena kita hidup pada hari ini, di mana zaman menyatukan laut, daratan, dan langit dalam genggaman. Bertemu dengan seseorang, secepat ia datang secepat itu pula ia menghilang. Tidak menjadi siapa-siapa. Atau, barangkali, bisa menjadi sepasang kekasih.

Dan dirimu.

Kita berhadap-hadapan dalam sebuah panggilan video. Pagi ini.

"Rambutmu kusut," kataku.

"Ya, baru bangun tidur." Kamu nyengir. Ah, kamu tetap saja terlihat manis. "Kamu, kamu masuk pagi?" katamu lagi.

"Ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun