Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Agnes dalam Tiga Bingkai Cerita (2)

27 Desember 2023   06:49 Diperbarui: 27 Desember 2023   06:54 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto oleh Slavica/ istockphoto

Cerita sebelumnya.

Aku tercenung sebentar. Baru selangkah Komandan keluar dari pintu, perlahan aku mengikat dua granat itu di paha, di balik rokku. Perlahan memasang magasin pada pistol. Perlahan pula aku menaiki tangga.

Di lantai dua terlihat beberapa lelaki berbincang santai. Saat ada seorang perempuan dengan rok mini menghampiri, mereka menatap nakal. Juga lelaki yang berkaos polo itu. Tapi matanya langsung membelalak saat tanganku mengacungkan pistol ke arahnya. Ia langsung terhenyak ketika terdengar ledakan, kilatan berapi, dan sesuatu merobek dadanya. Dua kali cukup.

Gaduh!

Tanpa membuang waktu aku langsung memberondong mereka dengan peluru. Mereka panik, tak menyangka diserang secara mendadak. Oleh seorang perempuan, lagi.

Ada bayangan di belakangku bergerak, mengangkat kursi siap dihantamkan. Tanpa berbalik aku menarik picu. Orang itu terjengkang. Aku merebut kursinya dan menghantamkan kepada orang di depanku. Suara berderak! Aku tak memikirkan lagi, kaki kursi yang parah atau tulang penyerangku.

Dari bawah orang-orang berlarian menaiki tangga, dengan menggenggam pistol. Gerakan mereka terhenti, karena granat yang kulemparkan melambungkan tubuh mereka.

Baca juga: Peluk Ibu

Sambil menghamburkan peluru aku berlari. Pot Bunga! Pot itu kutendang. Isinya berserakan. Tersembul sebuah pistol. Aku bergulingan. Seseorang meloncat menggenggam senjata tajam. Aku meraih pistol dalam pot, langsung berbalik.

"Dor!" Peluruku menembus lehernya. Brengsek! Penyerang itu jatuh menindih tubuhku. Kuhadiahi satu lagi peluru di lambungnya.

Aku bangkit. Kulihat ke bawah. Ketinggian sekitar empat meter. Ah, kecil! Sudah biasa dalam latihan. Aku pun melompat. Tepat berdiri di atas meja. Seraya berputar 360, sekali lagi kuhamburkan peluru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun