Belanja ke pasar, mengantar anak sekolah, pergi ke kantor, pergi berobat, selalu diikuti dengan disertai membunyikan terompet. Bahkan ibu-ibu sekadar kumpul-kumpul arisan pun dicurigai.
Ada seorang warga mempunyai terompet sendiri, eh, terompet itu dirampas petugas keamanan. Katanya suara terompet itu tidak sama dengan suara-suara terompet yang terdengar selama ini. Dan warga itu ditanyai macam-macam.Â
Pernah diusahakan untuk melaporkan kepada Kepala Keamanan, tapi takada tindakan lanjutan apa pun. Sekretaris Desa membantah kalau gerombolan peniup terompet dibiayai pihak kelurahan.
"Tidak! Kami tidak tahu gerombolan itu," kilah Pak Sekdes.
***
Dan kini gerombolan peniup terompet itu sedang gundah. Pak Lurah akan lengser. Kepada siapa lagi minta uang rokok atau uang jajan untuk saweran kalau ada acara dangdutan orgen tunggal?
Padahal mereka sudah meniup-niup, memengaruhi warga, agar jabatan lurah sampai tiga periode. Atau, setidaknya diperpanjang sampai pemilihan lurah yang baru.
Memang (katanya) ada survei, bahwa tingkat kepuasan akan kinerja Pak Lurah hampir mencapai seratus persen. Bahkan bayi yang lahir hari ini puas dengan kinerja Pak Lurah. Anehnya, hanya sekitar lima belas persen warga akan memilih calur (calon lurah) yang diusulkan Pak Lurah.
Tidak. Warga menolak apa pun yang berkaitan perpanjangan masa jabatan Pak Lurah.
***
Malam ini mereka berkumpul kembali.