Sedekat itu, tapi aku merasa sangat jauh. Aku seperti dihalangi rasa gemetar yang sulit aku kendalikan.
Itu akan makin menyiksa bila tiba hari Sabtu dan Minggu. Sementara banyak orang menunggu hari-hari libur itu, menuntaskan rencana-rencana yang sudah disusun, aku justru sebaliknya. Aku malah ingin cepat-cepat kembali hari Senin. Bertemu dirimu. Melihat dirimu.
Cinta? Ya. Setidaknya dengan membandingkan film-film percintaan yang pernah atau tonton. Atau pada sebuah novel, yang aku lupa di mana membacanya.
Tapi aku tidak tahu alasan apa untuk mencintaimu. Aku bukan tipe lelaki romantis, yang selalu siap membukakan pintu mobil untuk perempuan yang dicintainya. Bukan pula lelaki yang suka menghamburkan kata-kata puitis, memberikan rangkaian bunga, saat kau berulang tahun. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Namun, kadangkala untuk jatuh cinta tak butuh alasan apa pun.
Itulah aku. Itulah yang terjadi.
Dan kau, apa yang ada dalam pikiranmu mengenai diriku? Apa kau bisa menangkap isyarat-isyarat -- yang mungkin terlihat bodoh -- yang tak sengaja aku lakukan?
Konon, seorang perempuan tahu bila ada lelaki yang menyukai dirinya. Apa kau juga bisa membaca diriku?
Tapi kau diam saja. Biasa saja. Takada semacam perhatian istimewa kepada diriku. Pun terhadap rekan-rekan yang lain. Atau aku terlalu bodoh menangkap semua itu?
Ini menyiksa.
Aku seperti pemimpi tapi tak berani untuk memulai. Padahal, apa pun itu, kita akan menerima pilihan-pilihan: ya atau tidak. Dan yang lebih penting lagi, cinta harus diucapkan.