Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Saya, dan Senjata yang Meledak di Halaman Terakhir

12 Januari 2023   20:34 Diperbarui: 12 Januari 2023   21:00 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto Bonnie (kiri) dan Clyde (kanan)/ wikimedia commons via Kumparan

Mengenai diriku, lelaki itu menggambarkan seperti ini: cantik, hidung mancung, kulit eksotis (tadinya dia akan menulis, berkulit putih, tapi kemudian meralatnya), dan misterius. Misterius? Aku digambarkan sebagai perempuan misterius? 

Aku, masih cerita lelaki itu, hidup di jalanan setelah muak melihat kehidupan orang tuaku. Papaku sering berkencan dengan anak-anak SMA, sedang mamaku sama saja brengseknya. Sering membayar lelaki-lelaki muda untuk dijadikan gigolo. 

Segala fasilitas memang dicukupi oleh kedua orang tuaku. Aku memberontak, aku lari ke jalanan (ah, klise ya, seperti novel remaja tahun 70-an). 

Lelaki itu menceritakan diriku bergelandangan di pasar-pasar, terminal, yang menempa diriku menjadi gadis liar. Untuk bertahan hidup aku mulai melakukan tindakan kriminal: dari mencopet, mengutil barang-barang di minimarket, hingga mulai berani menodong. Tentu dengan kawan satu geng.

Aku harus punya kekasih, lanjut lelaki itu. Seseorang lelaki kurus, terobsesi menjadi pengarang terkenal (tapi novel-novel yang ditulisnya takpernah menjadi best seller), itu yang akan menjadi kekasihku. 

Aku tersenyum. Bukankah itu gambaran tentang dirinya sendiri? 

Lelaki pengarang itu -- seperti halnya diriku -- sudah muak dengan hidupnya sendiri. Novel-novel yang ditulisnya tak bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Nyaris frustrasi. 

Aku suka. Lelaki kurus biasanya fantasi percintaannya cukup liar. Aku menunggu. 

***

Baru kali ini saya menulis novel begitu lancar. Yakin, saya yakin, novel ini akan menjadi best seller. Sudah mencapai halaman 51, dalam waktu tiga hari. Ini tak biasa. 

Lily, saya menamai tokoh perempuan dalam novel saya. Seorang gadis cantik dari keluarga broken home, hidung mancung, dengan warna kulit putih. Ah, tidak. Saya menyebutnya eksotis. 

Saya jatuh cinta dengan tokoh ciptaan saya sendiri. 

***

Aku bertemu lelaki kurus itu setelah perkelahian antargeng. Aku bersama gengku menolong lelaki itu yang ditodong geng saingan kami. 

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Benar saja, lelaki itu begitu liar saat menerkam tubuhku. 

"Kita akan menjadi Bonnie dan Clyde," *) bisikku di antara nafas kami yang menderu. 

Dan itu terjadi. Kami menjadi sepasang kekasih yang paling ditakuti. Kami tak segan-segan menghabisi korban yang mencoba melawan kami. Merampok toko emas, nasabah bank, juga membawa lari sebuah truk yang memuat berdus-dus rokok merek terkenal. Sopirnya kami tembak. Salah sendiri, kenapa melawan. 

Setiap akan -- dan sesudah  --  melakukan operasi kami selalu bercinta. Ini semacam opium agar saat melakukan operasi begitu bergairah. Dan dingin! 

Kami kini menjadi target polisi. Kami menikmati. 

***

Gila, sudah hampir mencapai dua ratus halaman! 

Saya begitu bergairah. Rasanya ada yang hilang kalau saya tidak menjumpai Lily, tokoh novel saya. Saya seperti masuk dalam cerita yang saya buat sendiri. 

Bercinta dengan Lily, menggebu-gebu. Merampok, setelah itu berfoya-foya. Adrenalin semakin terpacu melihat korban merintih-rintih minta ampun. Dan, "Dor!" Ada kepuasan melihat tubuh korban terpental-pental. 

Saya seperti mengalami halusinasi. Kerasukan. Atau deja vu? Terserah apa istilahnya. 

Sungguh. Saya seperti melihat tokoh Lily itu nyata. Saya bisa merasakan aroma tubuhnya. Adrenalin yang terpacu saat memegang senjata dalam suatu peristiwa perampokan. 

Aneh. Tapi saya menikmati. 

***

Aku bersama kekasihku, lelaki kurus itu (tentu bersama gengku juga), merencanakan perampokan sebuah bank. Rencana sudah disusun matang. Perlengkapan senjata, peta lokasi, juga kendala-kendala yang mungkin nanti dihadapi. 

Rupanya gerakan kami sudah dicium pihak kepolisian. Aku memang sudah mengantisipasi. Tapi polisi mengerahkan pasukan lengkap. 

Takada perlawanan ketika para pegawai bank kami lumpuhkan. Juga saat kami menyuruh salah seorang pegawai membuka brankas. 

Seharusnya aku curiga. Jalanan mendadak sepi. Benar saja. Belum lama kami meninggalkan bank itu, raungan sirene mengejar kami. 

Satu, tiga, tak kurang dari enam mobil mengejar kami. Belum lagi kendaraan roda dua. Beberapa saat kami terkepung. 

Takada kamusnya kalau kami menyerah. Baku tembak terjadi. Perlawanan tak seimbang. Beberapa kawan kami tewas. Aku bersama kekasihku berhasil lolos. 

Cuma sebentar. 

"Lari!" teriakku kepada kekasihku. Lelaki kurus itu tadinya ragu. Tapi karena situasi tak memungkinkan lagi untuk melakukan perlawanan, akhirnya ia mau juga menuruti perintahku. 

Dalam melindungi kekasihku itulah tubuhku terlonjak-lonjak dihujani peluru. "Lily...!" Aku masih sempat mendengar teriakan kekasihku. 

***

Sudah sampai halaman 369. Halaman terakhir. 

Saya tak mengerti kenapa begitu emosional. Saya menangis. Benar, saya menangis. Saya merasa kehilangan Lily. Mengapa tokoh itu harus saya matikan? 

Saya masih memandangi laptop itu di lantai. Saya memang kalau menulis duduk di lantai. Mungkin tinggal tiga paragraf lagi novel ini akan saya akhiri. 

Di tengah kegalauan saya, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan. Selarik sinar keluar dari laptop, dan menghantam paha saya. Saya menjerit menahan kesakitan yang sangat. 

Saya melihat paha saya berdarah. Saya terkejut ada sebuah peluru terbenam di paha saya. Saya tak sempat berpikir, karena saya keburu pingsan. 

***

Lebakwana, Maret 2021. 

Catatan.
*) Bonnie Elizabeth Parker dan Clyde Chestnut Barrow (Lebih dikenal dengan nama Bonnie & Clyde) adalah pasangan gangster remaja th 1930-an, di Texas,  AS. (Wikipedia). 

-- Cerpen ini pernah tayang di risalahmisteri.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun