Takada kamusnya kalau kami menyerah. Baku tembak terjadi. Perlawanan tak seimbang. Beberapa kawan kami tewas. Aku bersama kekasihku berhasil lolos.Â
Cuma sebentar.Â
"Lari!" teriakku kepada kekasihku. Lelaki kurus itu tadinya ragu. Tapi karena situasi tak memungkinkan lagi untuk melakukan perlawanan, akhirnya ia mau juga menuruti perintahku.Â
Dalam melindungi kekasihku itulah tubuhku terlonjak-lonjak dihujani peluru. "Lily...!" Aku masih sempat mendengar teriakan kekasihku.Â
***
Sudah sampai halaman 369. Halaman terakhir.Â
Saya tak mengerti kenapa begitu emosional. Saya menangis. Benar, saya menangis. Saya merasa kehilangan Lily. Mengapa tokoh itu harus saya matikan?Â
Saya masih memandangi laptop itu di lantai. Saya memang kalau menulis duduk di lantai. Mungkin tinggal tiga paragraf lagi novel ini akan saya akhiri.Â
Di tengah kegalauan saya, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan. Selarik sinar keluar dari laptop, dan menghantam paha saya. Saya menjerit menahan kesakitan yang sangat.Â
Saya melihat paha saya berdarah. Saya terkejut ada sebuah peluru terbenam di paha saya. Saya tak sempat berpikir, karena saya keburu pingsan.Â
***