Berceritalah Syahrazad. Dan sang Raja tertarik. Selain Syahrazad pandai bercerita, cerita itu dibuat menggantung. Raja Syahriar penasaran, ingin tahu lanjutan ceritanya.
Itu terjadi tiap malam. Dan ini membuat pelaksanaan hukuman mati selalu ditunda. Konon sampai 1000 malam. Saat malam ke-1001 Syahrazad kehabisan cerita. Ia sudah pasrah kalau akan dihukum mati.
Tapi apa yang terjadi? Raja Syahriar menjadi lunak hatinya. Ia merasa tersentuh dengan cerita-cerita Syahrazad, menyadari apa yang ia lakukan selama ini. Syahrazad sendiri tak jadi dihukum mati. Bahkan ia dijadikan permaisuri.
Bayangkan! Seorang raja yang kejam, hatinya bisa menjadi lembut bila dibacakan karya-karya sastra.
Ini pula (mungkin) yang menginspirasi Kompasiana, kenapa artikel-artikel fiksi sering di-AU-kan saat tengah malam. Berharap para hantu itu membaca kanal fiksiana Kompasiana. Harapan selanjutnya, hati para hantu itu menjadi lembut, dan tidak menakut-nakuti lagi orang-orang yang lewat.
Dan orang-orang tidak takut lagi berjalan ke tempat-tempat yang angker saat tengah malam. Bukankah hantu-hantu itu sudah lembut hatinya, berkat puisi-puisi dan cerpen-cerpen di Kompasiana?
Kalau sudah begini tentu sangatlah pantas hadiah Nobel diberikan kepada Kompasiana. Ini lebih dahsyat daripada perdamaian Arab-Israel.
Nah, mulai sekarang para kompasianer jangan takut saat tengah malam berjalan dekat kuburan atau tempat-tempat yang seram. Kalau masih ada kuntilanak yang mengganggu, atau drakula yang akan mencumbu lehermu, buka Kompasiana. Cari kanal Fiksiana.
Baca keras-keras puisi atau cerpennya (saya izinkan kalau mau membaca puisi saya; awas, jangan baca puisi Engkong). Dijamin para hantu itu akan terharu, dan tak jadi mengganggumu.
Bagaimana kalau tak ada jaringan internet? Paket data habis? Atau baterai ngedrop?
Nasib kaulah itu.