Saya pernah "tersinggung" dengan sebuah iklan yang tagline-nya berbunyi: "Hare gene nggak punya HP?"
Kurang ajar sekali iklan satu ini. Tahu benar kalau waktu itu saya tidak punya HP. Saya bukannya tak mampu memiliki HP, tapi belum ada uang aja untuk membelinya. Eh, sama, ya?
Sebenarnya begini. Saya dalam keseharian cenderung introvert, jadi tak begitu banyak teman. Lalu mau berhalo-halo dengan siapa?
Kalaupun toh mau menghubungi keluarga, wartel (warung telekomunikasi) masih bertebaran di setiap pojok jalan. Tak begitu merepotkan.
Kemudian, sampailah era penggunaan internet semakin masif. Lahir bermacam media sosial. Gawai pun semakin canggih.
Saya punya HP. Tapi masih sebatas untuk telepon dan mengirim SMS. Akhirnya sampai juga itu barang: Saya punya HP android.
Saya "gugup". Keanehan, keasyikan, dengan dipayungi gaptek "stadium 4", saya pun berselancar. Tentu dengan dibarengi kejengkelan anak gadis saya, karena tiap sebentar menjadi tumpuan tanya. Penggunaan tombol-tombol, fitur-fitur yang asing bagi saya.
Dengan kelelahan sebagai orang lansia, akhirnya sampai juga di halaman Kompasiana. Akun dibuatkan -- lagi-lagi -- oleh nakdis saya. Saya mencoba ikut membanjiri kanal fiksi.
Bagaimana cara menulis, cara memindahkan tulisan, mencari foto untuk ilustrasi, saya mulai -- dan harus -- Â belajar. Bahkan untuk sekadar memberi vote atau komentar pada tulisan orang lain, saya merasa takjub sendiri.
Hingga suatu ketika, pemuisi cantik Lilik Fatimah Azzahra mengadakan event menulis puisi. Saya ikut. Link-nya dimasukkan di kolom komentar, ya. Lilik mewanti-wanti.