Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengenang Patah Hati

17 September 2021   21:18 Diperbarui: 17 September 2021   21:26 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Gambar oleh Marcy/ weheartit.com via Pinterest 

Barangkali aku tak akan singgah ke kotamu, kalau hanya menyusuri kenangan pada sebuah jalan. Berhenti dekat persimpangan. Melihat-lihat keramaian pedagang kaki lima, aneka barang di etalase toko, juga para penjual makanan. 

Kita tak membeli apa-apa, tak makan apa-apa. Oh, ya, waktu itu -- mungkin -- sekitar jam 8 malam. 

Malam berikutnya kita juga tak jadi menonton film. Kau tak suka Annabelle (seram, katamu), sedang aku menunggu aksi Jacky Chan terbaru. Padahal kita sudah membeli jagung yang 'meledak', keluar ritmis dari mesin yang lucu, dalam kotak kaca. Dan minuman bersoda. Tiket bioskopnya bagaimana? Buang saja, katamu. 

Lalu kita berjalan, tanpa percakapan. Sebenarnya banyak yang hendak kukatakan, dan mungkin tak sedikit pula yang ingin kauucapkan. 

Masing-masing dari kita merasakan sunyi di keriuhan lalu-lintas. Dan dada kita begitu ramai dalam diam. Sepertinya ada jarak kenapa kita begitu. 

Hubungan yang tak pernah beranjak, barangkali. Jenuh, mungkin. Takada lagi rasa cinta? Kurasa, tidak. 

Kau begitu ambisi mengejar karirmu. Kulihat beberapa kali kau menjadi narasumber di sebuah acara televisi. Kau pun diperbincangkan di media sosial. Mm, kau mulai menjadi pesohor. 

Aku, aku melanjutkan pendidikanku. Aku juga tidak tahu, apakah ini juga sebuah ambisi atau hanya sebagai pelarian. 

Dan hubungan kita semakin dingin. 

Kau berlari, aku menghilang. Atau, aku yang tak pernah datang, dan kau yang selalu menghindar. Tapi apa pentingnya bermacam ungkapan itu. Tidak perlu dibahas lagi. 

Kubiarkan kau berlari, menemukan jarak dan tempat sembunyi. Kutahu, di suatu tempat, kau cemas. Menunggu. 1)

Namun, karena masing-masing dari kita mempertahankan rasa "aku" yang terlalu tinggi, pertemuan yang kita harapkan tak pernah terjadi. 

Harus jujur kukatakan, pernah mengenalmu adalah suatu pengalaman bagaimana aku menikmati keindahan, yang sebelumnya belum pernah kurasakan. 

Aku begitu menikmati rasa berdebar-debar, cemburu, jatuh cinta berkali-kali. Cemburu lagi. Bolak-balik ganti baju saat pertama kali berkencan. Mm ... ciuman pertama. 

Mukaku memerah; kau yang mengajariku. Ups! Masih ingat saat lidahku hampir tergigit? Apa namanya, French kiss? 

Itu dulu. Sudahlah. 

Akhirnya akan tiba juga, suatu hari aku hanya akan mengenangmu tanpa rasa sakit. Dan cemas. Dan takut. Dan rindu. Dan gagal.  2)

***

Kini aku dalam sebuah perjalanan di sebuah kereta malam. Kereta berhenti sebentar di stasiun kota tempatmu tinggal. 

Ada kenangan berkelebat. 

Aku seperti melihat lagi saat kita duduk di bangku peron. Lalu pelukan selintas, kecupan tipis di keningmu. Dan lambaian tanganmu. Kita seperti menyadari, itulah pertemuan kita yang terakhir. 

Perasaanku seperti teraduk. Ingin rasanya aku menghambur keluar, dan menuju rumahmu. Berdiri di halaman, memintamu untuk bersama lagi memulai cerita baru. Tapi urung kulakukan. Lagi, untuk apa? 

Aku juga tak membuka nomer WA-mu. Biasanya kau sudah tertidur. Yang sebenarnya aku takut kau sedang online, entah berbicara dengan siapa. Aku khawatir mendadak cemburu. 

Kereta perlahan berangkat. 

Sebagian besar penumpang tertidur. Sedikit yang jaga, entah berbincang pelan dengan sebangkunya atau sedang membuka hp. 

Aku sendiri memasukkan headset ke dalam telingaku. Suara Ebiet G Ade mengetuk lembut gendang telingaku. 

"... Apakah ada bedanya, ketika kita bertemu dan saat kita berpisah. Sama-sama nikmat ...."  3)

Adakah engkau mendengar? 

***

Lebakwana, September 2021 

Catatan. 

1). Dikutip dari puisi Bermain Petak Umpet karya M Aan Mansyur. 

2). Dikutip dari puisi Suatu Hari Aku Hanya Akan Mengenangmu karya Syahrul Chelsky. 

3). Lirik dari lagu Apakah Ada Bedanya; Ebiet G Ade. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun