Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Pintu

4 Agustus 2021   22:10 Diperbarui: 16 Agustus 2021   21:51 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pintu. Foto oleh Mikey Dabro/ Pexels 

Aku berharap melihatmu dini hari, dibawa angin basah sisa hujan sore tadi. Di langit bulan tinggal sepotong 

Kujelajahi linimasa, mungkin ada jejakmu pada semangkuk bakso yang tak kauhabiskan (terlalu banyak micin, katamu), pada pesan atau gambar-gambar yang lucu yang sempat kusimpan 

Tapi yang kutemukan adalah orang-orang yang semakin asing, jalan-jalan sesak dengan spanduk, kata-kata bising bagaimana cara memperebutkan tempat duduk 

Takada pintu. Di mana dulu aku bisa masuk membawa kata-kata, dan mimpi penuh madu. Pintu telah rusak oleh harapan-harapan yang banyak berujung tak 

Angin menyelusup dingin. Bukan karena udara jelang pagi, tapi gigilku yang mencoba masuk lewat pintu lain

***

Lebakwana, Agustus 2021 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun