Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Sebuah Puisi Dicurigai

22 Juli 2021   11:19 Diperbarui: 22 Juli 2021   11:35 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah puisi menjadi terdakwa, setelah berjalan pada ribuan kata, diadili seperti ilmu eksakta, dinilai dengan angka atau ilmu sosial lainnya; seberapa besar berdampak curiga 

Puisi takkan menimbulkan amuk gelombang. Ia hanya sekadar topan di dalam gelas, riak sebentar, lalu diam dan tenang. Takmungkin juga menimbulkan kata berbalas-balas

Puisi tidak ingin memercikkan api, atau mengajarkan cara mengasah pisau belati. Kalaupun ada itu sebenarnya bukan puisi. Ia  hanya cara-cara menyiapkan peti mati. Untuk penulisnya sendiri 

Sejatinya puisi adalah jalan pelangi, jalan keindahan yang hakiki 

Puisi tak mengenal kata berpihak, dia hanya sebagai salah satu cara menyampaikan yang haq, meskipun ada sebagian orang napasnya tersedak

Puisi adalah cara memerdekakan hati. Tak berhitung-hitung, apakah orang harus memuji, mencaci, atau mungkin tak mengerti sama sekali 

Itu sebabnya puisi lebih memilih jalan sunyi, di mana orang-orang enggan melalui 

***

Lebakwana, Juli 2021 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun