Sebuah puisi menjadi terdakwa, setelah berjalan pada ribuan kata, diadili seperti ilmu eksakta, dinilai dengan angka atau ilmu sosial lainnya; seberapa besar berdampak curigaÂ
Puisi takkan menimbulkan amuk gelombang. Ia hanya sekadar topan di dalam gelas, riak sebentar, lalu diam dan tenang. Takmungkin juga menimbulkan kata berbalas-balas
Puisi tidak ingin memercikkan api, atau mengajarkan cara mengasah pisau belati. Kalaupun ada itu sebenarnya bukan puisi. Ia  hanya cara-cara menyiapkan peti mati. Untuk penulisnya sendiriÂ
Sejatinya puisi adalah jalan pelangi, jalan keindahan yang hakikiÂ
Puisi tak mengenal kata berpihak, dia hanya sebagai salah satu cara menyampaikan yang haq, meskipun ada sebagian orang napasnya tersedak
Puisi adalah cara memerdekakan hati. Tak berhitung-hitung, apakah orang harus memuji, mencaci, atau mungkin tak mengerti sama sekaliÂ
Itu sebabnya puisi lebih memilih jalan sunyi, di mana orang-orang enggan melaluiÂ
***
Lebakwana, Juli 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H