Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Rantau Sakti Lautan Bertuah, Peribahasa untuk Berhati-hati di Negeri Orang

12 Juni 2021   23:15 Diperbarui: 13 Juni 2021   00:04 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika ada seorang anak muda Minang akan pergi merantau untuk pertama kalinya. Seperti lazimnya, ia minta restu kepada kedua orang tuanya. Setelah itu ia menemui seorang ninik-mamak (orang yang dituakan) meminta nasihat-nasihat, bagaimana nanti membawa badan di rantau orang. 

Bukan hanya itu. Biasanya anak muda ini akan meminta diajarkan bacaan untuk 'pagar' di rantau nanti. Atau mungkin juga sedikit keahlian ilmu silat. 

Seorang ninik-mamak yang bijak akan mentertawakan keinginan anak muda ini. Bukan zamannya lagi. 

"Jaga saja mulutmu. Itu sebaik-baiknya pagar." Itu yang akan dikatakan sang ninik-mamak. 

Bila kebetulan anak muda ini mempunyai kepandaian ilmu silat, tetap itu yang akan dinasihatkan si ninik-mamak. Kita tidak tahu situasi daerah yang kita tuju. Jangan mengira di tempat kita tempat gunung yang tinggi. Padahal di tempat lain ada yang lebih tinggi lagi. 

Rantau sakti lautan bertuah, begitu peribahasa orang Minang. Meminjam istilah dalam cerita-cerita silat: di atas langit masih ada langit. 

Untuk itu perlu menjaga mulut, berhati-hati mengeluarkan ucapan. Di tempat kita mungkin sebuah kata terdengar biasa saja, tapi di tempat lain bisa jadi diartikan kurang baik. Membuat orang tersinggung. 

Meskipun sehari-hari kita adalah seorang yang pendiam, tapi di negeri orang janganlah barek muncuang (berat mulut), dalam arti kurang bertegur sapa. Jangan sampai kita dianggap sebagai orang yang sombong. 

Peribahasa lain yang seiring dengan itu biasa disebutkan, dima bumi dipijak di situ langiek dijunjuang -- di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Peribahasa ini mengisyaratkan agar kita menghormati adat atau kebiasaan orang setempat. 

Dan ini, kesantunan berbicara sangat diperlukan. Juga jangan tinggi sangkuk (sangkutan terlalu tinggi -- gengsi), yang akan mempersulit kita dalam pergaulan. Harus ringan tangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun