Entah di generasi ke berapa, cerita berakhir begini: "... Â Beberapa tahun setelah kematian Jelita, suatu senja dari arah matahari terbenam, ada siluet hitam bergerak cepat menuju ke arah batu, tempat di mana selama ini Jelita menunggu. Setelah dekat ternyata ia seorang lelaki paruh baya menunggang kuda putih. Masih terlihat gurat ketampanan di wajahnya. Pakaian dan kudanya terlihat penuh debu, seperti ia telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Kemudian ia berjongkok di depan tubuh Jelita yang kini sudah menjadi tulang-belulang. Ia menangis, menciumi rangka Jelita. Menyesal kenapa ia terlambat menjemput. Lalu lelaki paruh baya itu membungkus tulang-belulang Jelita, melompat ke atas kuda. Membawa pergi, melesat cepat menuju ke arah matahari tenggelam, tempat ia datang tadi ...! "
Demikianlah.Â
***
Lebakwana, Januari 2021.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H