Dan Rudy begitu percaya diri menggandeng tangan Jakarta. Juga berani di kegelapan bioskop tangannya menyelusup ke balik blus Jakarta.Â
Ia ingin menepis. Tapi ada sensasi yang lain. Makanya Jakarta hanya bersandar di bahu Rudy. Menikmati.Â
Dan semakin jauh. Semakin tenggelam. Walaupun ia tahu kalau Rudy juga sudah mempunyai istri. Cantik pula.Â
Aneh, kini ia mulai membanding-bandingkan. Perut suaminya yang mulai gendut, kaku, nggak romantis. Dan keliaran Rudy mampu menutupi dan menjawabnya.Â
Jakarta sendiri juga melihat banyak teman-teman sekantornya berbuat hal serupa. Bukannya mereka tak mencintai pasangan masing-masing di rumah, tapi seperti halnya dirinya, mungkin semacam mencari petualangan baru. Sensasi yang lain.Â
Dan mereka pintar mencari alasan, dibuat sewajar mungkin. Entah rapat, tugas ke luar kota, dan banyak lagi alasan lainnya. Tugas keluar kota tiga hari, dikatakan seminggu. Dan suasana kota yang sering macet, juga menjadi alasan penguat yang lain, bila terlambat pulang ke rumah.Â
Memang tidak terlalu sering. Tapi bila masing-masing merasa jenuh di rumah, maka jalan itu selalu ada.Â
***
Kini Jakarta sudah berada di kereta api comutter line, menuju stasiun di mana nanti Rudy akan menjemputnya. Sebenarnya hari ini kantornya sedang libur. Dan ini ia manfaatkan untuk bertemu lagi dengan Rudy.Â
Selalu ada debar. Meskipun ia sudah beberapa kali melakukan, tapi Jakarta merasakan sensasi yang berbeda-beda.Â
Bagaimana bersandiwara di hadapan pasangan masing-masing, rasa ketakutan bila ketahuan, itu semua memacu adrenalin. Sensasi yang candu, membuat ketagihan.Â