Mak Jum tidak membeli daging, harganya mahal. Tak cukup modalnya, dan juga ia tidak bisa membeli bahan-bahan yang lain. Ia membeli daging kalau ada pesanan saja. Itu pun uangnya diberikan dulu oleh sang pemesan. Harga daging sekitar seratus duapuluh ribu, Mak Jum hanya mengambil ongkos lima sampai sepuluh ribu, tergantung kesepakatan.
Sekitar pukul setengah empat semua belanjaan beres. Mak Jum mengumpulkannya di sebuah bakul, yang digendongnya dengan kain panjang. Sisanya ia tenteng dengan  kantong plastik yang cukup besar.Â
Mak Jum naik angkot jurusan Merak, karena memang tempat tinggalnya di belakang kompleks perumahan di kawasan Grogol.Â
Di dalam angkot Mak Jum tercenung. Ia memikirkan anak gadisnya yang duduk di kelas 3 SMK. Anaknya seminggu lagi akan ujian akhir, sedang syarat bisa mengikuti ujian segala pembayaran uang sekolah harus sudah lunas.Â
Anaknya resah, juga malu, karena sering dipanggil pihak sekolah. Mudah-mudahan dalam seminggu ini ia bisa mengumpulkan uang untuk pembayaran uang sekolahnya, batin Mak Jum.Â
Mak Jum tersenyum sendiri membayangkan anaknya lulus sekolah dan cepat dapat kerja. Apalagi di Cilegon banyak pabrik-pabrik berdiri. Kalau tidak, anaknya bisa mencari di daerah Serang atau Tangerang.Â
Mak Jum tersenyum lagi.Â
Di sekitar Grogol angkot berhenti. Mak Jum pun membereskan belanjaannya. Setelah menerima ongkos angkot itu pun melaju cepat ke arah Merak.Â
Hari masih gelap, dan sepi.Â
Mak Jum menggendong bakulnya dan bersiap-siap untuk menyeberang. Mak Jum masih tersenyum membayangkan anak gadisnya.Â
Ia tak sadar, dari arah Merak ada sorot lampu bergerak sangat cepat menuju ke arah dirinya. Suara gemuruh mesin.Â