Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seorang Perempuan, Serigala, dan Kisah Sebuah Kota yang Selalu Berulang

30 Juni 2020   21:54 Diperbarui: 30 Juni 2020   21:59 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto oleh Alex Fu/ Pexels 

Malam masih pekat, lampu-lampu jalanan menyorot pucat. 

Suasana begitu asing. 

Seorang perempuan muda menyeret tubuhnya yang hampir roboh, keluar dari sebuah bar. Rambut dan pakaiannya terlihat kacau. Mungkin perempuan itu mengira hidup bisa disiasati dengan 'jikalau', tapi kemudian yang dihadapi adalah kawat-kawat berduri, dan jebakan ranjau. 

Hanya dua pilihan: Tubuh penuh luka, atau mimpi-mimpinya meledak. Selesai. 

Ia belum menemui pilihan yang ketiga. 

Seorang pengemudi taksi menawarkan jasa. Perempuan itu membuat isyarat dengan tubuhnya untuk mengatakan, 'tidak'. Hati-hati, di depan ada sekumpulan serigala, pengemudi taksi itu mengingatkan. 

"Kota ini, penghuni lelakinya adalah kumpulan serigala. Tubuhku sudah biasa dicabik. Bukankah kau salah satunya?"

Pengemudi taksi itu terbahak. 

Terdengar bunyi, "hoaak...!'' Perempuan itu mengeluarkan isi perutnya di atas trotoar. Menguar bau minuman. Ia ingin memuntahkan semua: Dentuman musik, geliat tubuhnya menari di sebuah tiang, juga ludah tiga serigala di ruang karaoke. 

Ia kembali menyusuri trotoar, gerak tubuhnya sedikit limbung. Ia tak peduli, seperti selama ini kota tak memperdulikan dirinya. Bagaimana pula ia harus menanggapi siulan nakal di seberang jalan. 

Sialan! 

Seharusnya tadi ia menerima tawaran pengemudi taksi itu, seharusnya ia sudah berteriak-teriak di kamar kosnya, sembari menghamburkan uang yang didapat dari tip para tamu, juga melayani terkaman serigala. Seharusnya...! 

Persetan semua! 

Kali ini ia hanya mengikuti langkah kakinya, sampai sejauh mana ia bisa membawa tubuhnya. 

Sampailah di sebuah taman kota. Beberapa bagian terlihat gelap, karena tak ada penerangan. Ada tiang-tiang dengan tampuk bola lampu yang kosong. Entah tangan iseng mana yang memecahkannya.                                

Dekat bangku taman kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya. Ia membiarkan tubuhnya menggelosor begitu saja. 

Sampai pagi. 

***

Perempuan itu terkejut, ketika tubuhnya diguncang-guncang seseorang. Apakah di sini ada serigala yang lain? 

Ternyata tidak. Seorang petugas kebersihan membangunkannya. 

Matahari sudah tinggi. 

***

Cilegon, Juni 2020. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun