Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menghitung Jarak tentang Angka-angka yang Tak Pernah Beranjak

23 Mei 2020   11:00 Diperbarui: 23 Mei 2020   11:00 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah kau pernah merasakan malam lebih daripada malam. Angin tak tahu, juga tak ada dentang saat tiang listrik dipukul petugas ronda 

Pagi lebih gigil dari biasanya 

Tak ada api sebagai penghangat, apatah lagi segelas kopi. Ruang tamu berkarat, dirompak lamunan-lamunan hingga kesedihan berlarat       

Percakapan menjadi sunyi 

Di sebelah rumah terdengar tawa menghidupkan televisi, mengucapkan selamat pagi air mata. Ada cahaya berpendar menyelusup di bola mata, berharap menjadi pelangi sebelum senja tiba

Tiba-tiba aku seperti dihantui  menghitung jarak, tentang angka-angka yang tak pernah beranjak 

Aku masih berharap ada ketukan di pintu, tapi ternyata itu khayalanku saja. Aku masih duduk di sini 

**

Cilegon, Mei 2020 

Catatan. 

Puisi pernah tayang di Secangkirkopibersama.com. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun