Adakah kau pernah merasakan malam lebih daripada malam. Angin tak tahu, juga tak ada dentang saat tiang listrik dipukul petugas rondaÂ
Pagi lebih gigil dari biasanyaÂ
Tak ada api sebagai penghangat, apatah lagi segelas kopi. Ruang tamu berkarat, dirompak lamunan-lamunan hingga kesedihan berlarat    Â
Percakapan menjadi sunyiÂ
Di sebelah rumah terdengar tawa menghidupkan televisi, mengucapkan selamat pagi air mata. Ada cahaya berpendar menyelusup di bola mata, berharap menjadi pelangi sebelum senja tiba
Tiba-tiba aku seperti dihantui  menghitung jarak, tentang angka-angka yang tak pernah beranjakÂ
Aku masih berharap ada ketukan di pintu, tapi ternyata itu khayalanku saja. Aku masih duduk di siniÂ
**
Cilegon, Mei 2020Â
Catatan.Â
Puisi pernah tayang di Secangkirkopibersama.com.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H