seseorang berdoa dalam hening
di kaki bukit
untuk secercah kepastian
penghuni desa angker
tak seperti anjing
matahari atau korona
bagaimana siang hari
memandikan kita yang jauh
diperlukan kutipan, mungkin
enam bulan satu bisikan
tidak pernah benar-benar berkembang
tetapi tahu punya harapan
bagai mimpi yang direduksi
menjadi sudut dan damar
benih yang tumpah dengan harapan
beristirahat
tuangkan jelatang campur aduk
ke organ-organ
tutupi dengan lemak hingga berdesis
cangkok cairan hingga menetes
ke dalam tubuh
tubuh turbulensi
sepanjang malam penuh laron
kicauan kecil
hening terputus
terputus-putus menyerah
ke bulan yang memuncak
amarah matahari
lagu baru tentang kegelapan
berpura-pura apa pun adalah awal
bahkan kabut napasku di pagi yang hampa
bahkan penyok di kepalaku di cermin kosong
bahkan bulan sabit yang menggantung di utara
mengait seperti luka di tengkorak lobotomi
pengangkatan tumor stokastik
aku tidak ingat
apa yang dikatakan astrologi tentangnya
aku tidak ingat
bagaimana doa berakhir
atau bagaimana menghalangi surga
dengan segenggam dosa-
dosaku sendiri
tertinggal di depan bukit
seperti salib tanpa penyembah
menyanyikan begitu banyak lagu api
memuntahkan abu ke angin pasat
meninggalkan motif tersembunyi
meleleh  dan meleleh dan sadar
di sinilah aku, kondensasi
atau, bahkan, lidah
menangkap tetesan hujan pertama
Cikarang, 8 Desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H