Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kotoran Telinga

4 Desember 2024   08:08 Diperbarui: 4 Desember 2024   08:18 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bergegas ke kamar mandi setelah membaca artikel tersebut. Cermin yang terendam dalam uap pancuran air panas tampak seperti kabut laut lepas.

Saya memasukkan Q-tip ke telinga saya untuk menampung kotoran yang saya hasilkan dengan susah payah dan mendapatkan sedikit warna kekuningan.

Menurut artikel tersebut, ikan paus juga mengeluarkan kotoran telinga. Saat dewasa, kotoran telinga mereka sudah terkumpul beberapa sentimeter panjangnya. Tetesan air laut berwarna kuning keemasan, kotoran telinga juga menyimpan hormon dan penanda lain tentang kebahagiaan dan kesusahan hidup yang dialami ikan paus.

Artikel tersebut juga mengatakan bahwa pada beberapa spesies paus, paus jantan meninggalkan paus betina dan anak-anaknya untuk menjelajahi wilayah baru.

Sama seperti Ayah.

Ketika dia pergi untuk mendapatkan berita terbaru-katanya-sangat masuk akal bagi saya bahwa dia tidak pernah kembali. Saat itu saya tahu bahwa selalu ada berita baru di suatu sudut dunia.

Jadi, bagaimana mungkin dia bisa menyelesaikan pencariannya?

Bagaimana hari itu terekam di telinga saya?

Hingga kini, saya pikir yang bisa saya dengar hanyalah suara-suara, seperti ucapan selamat tinggal Ayah yang biasa, dan musik blues yang dimainkannya malam sebelumnya.

Mungkin Ibu sudah tahu hal ini sejak lama dan dia meminta saya untuk membersihkan telinga saya setiap pagi karena alasan yang sama ketika dia membuang semua sisa-sisa kehidupan Ayah, termasuk gitar lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun