Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obat Paling Mujarab

29 November 2024   22:26 Diperbarui: 29 November 2024   22:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang menatapnya, sebagian dengan geli dan sebagian lainnya dengan sedikit rasa khawatir.

Kereta melaju menuju Bogor lewat Manggarai dan dia menarik napas, berkata pada dirinya sendiri untuk berhenti tertawa dan menenangkan diri.

Apa yang sebenarnya dia tertawakan?

Entah mengapa dia teringat Baim, lalu dia meraung lagi, membungkuk seperti sedang memuntahkan kegembiraan di gerbong kereta. Perutnya kejang dan dia hampir tidak bisa bernapas.

Semua orang menatapnya, dengan mulut ternganga.

Saat pintu kereta terbuka, dia berlari keluar, berlari naik dan turun tangga menuju pintu keluar. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhnya, tidak dapat bernapas, cahaya putih menyilaukan penglihatannya.

Di luar stasiun, dia terhuyung-huyung memasuki jalan sempit yang diapit toko parfum dan makanan, sepi di bawah sinar matahari sore. Dia merosot ke dinding dan meluncur ke trotoar. Di kaca jendela sebuah toko, Irina melihat bayangannya. Maskara menetes di wajahnya bersama air mata sehingga dia tampak seperti badut. Kecuali bahwa dia tidak memakai riasan apa pun pagi itu.

Dia merasa seperti terbakar, dan dia tetap tertawa. Sesuatu tampak pecah di dalam dirinya, tetapi lolongan kegembiraan terus berlanjut.

Dia akan mati.

Dan kemudian itu berhenti.

Secara bertahap rasa sakitnya memudar, menyisakan kesemutan dan mati rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun