Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Tak Berujung

21 September 2024   22:22 Diperbarui: 21 September 2024   22:44 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Lebah-lebah mengerumuni bunga akasia kuning cerah di sepanjang jalan setapak sempit yang retak. Di sebelah kiri, tebing-tebing yang terpotong gelombang mulai runtuh.

Pada sore hari yang indah, jalan pintas ke sungai besar yang indah ini adalah ide cemerlang untukmu saat remaja. Bunga akasia yang terbakar matahari dan aroma gulai patin masak tempoyak dibawa angin dari kejauhan menghadirkan aroma tajam yang aneh.

Sekarang sudah jelas.

Ini bukan lagi jalan pintas karena semak belukar yang lebat dan kasar menjulang setinggi pinggul ke cakrawala, dan celah yang dalam dan lebar mengiris ke daratan dari garis bantar sungai. Di bawah, sungai mengalir menghantam batu-batu besar dan kerikil bersudut di sepanjang tepian. Rumput ilalang yang babak belur menempel di bebatuan.

Sebagian besar penduduk berkumpul di kota.

Biasanya, ini hal yang baik, yang sekarang kamu kurang yakin.

Siapa yang akan menyadari bahwa kamu hilang? Mencari kamu?

Tidak ada yang tahu kamu di sini. Tidak ada peta. Sedikit persediaan, sedikit air. Mendaki terlalu jauh untuk kembali. Peralatan yang salah untuk menginap. Suhu udara seperti batu terpapar matahari.

Dia membeku di sampingmu, menatap tebing sungai. Tingginya seratus delapan puluh lima sentimeter, bugar, muda. Dia bisa melakukan apa saja.

"Aku tidak bisa," kata ayahmu. Giginya terkatup. Seorang pilot. Takut ketinggian.

Kamu belum pernah mendengarnya mengucapkan kata-kata itu. Tunjukkan padanya bagaimana, itu bisa dilakukan.

Jika itu bisa dilakukan, lompatlah lebih dulu. Dan tinggalkan dia di belakang.

Ketakutan? Maka kamu harus kembali untuk menjemputnya.

Atau lompat terakhir. Dia harus melompat lebih dulu. Tidak yakin...

Pembalikan peran itu jelas, kamu perintahkan ayahmu: Ayah bisa. Lompat.

Bertahun-tahun kemudian, kamu masih dihantui oleh jalan yang panjang, berjalur lebar, berliku, membosankan, dan akrab, yang belum pernah dilalui. Kamu masih bertanya-tanya apakah itu rute terbaik pulang, jalan tanpa ujung itu.

Cikarang, 21 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun