Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tikus

14 September 2024   18:36 Diperbarui: 14 September 2024   18:37 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gumpalan bulu basah kecil itu telah bersarang dengan kuat di celah antara ubin. Natalia berdiri diam mengawasinya. Dia baru-baru ini menonton banyak film koboi lama dan telah terpikir untuk menjadi seorang pria sejati, atau koboi, atau keduanya. Dia bisa mendengar ibunya di dapur. Ayahnya, satu-satunya pria di rumah itu, sedang tidur di ruang depan.

Ibu Natalia membuka pintu depan dan melangkah berderap ke teras. Kulit lehernya merah muda dan tidak merata bertekstur seperti kardus terdendam air hujan.

Hari itu adalah hari terakhir liburan sekolah, dan dia sibuk menyiapkan rumah untuk minggu mendatang.

"Kita harus menyingkirkannya dari penderitaannya," ibunya mengumumkan.

Dia kembali dengan sekop, ibu dan anak gadisnya itu berdiri di sana untuk beberapa saat.

"Apakah kamu ingin menguburnya?" tanyanya kepada anaknya.

Ada sedikit keberanian di matanya, dengan kedutan tak sengaja di kelopak mata kirinya yang mengejutkannya. Natalia tidak yakin apakah ibunya melihat sesuatu dalam kemampuannya, atau apakah dia hanya muak selalu membawa sekop sendiri.

Ibunya kembali ke dalam untuk memasak makan malam termasuk kacang polong beku dan kentang tua. Gadis itu berdiri cukup lama, menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah gagang sekop. Kemudian dia duduk dan melihat lebih dekat ke arah tikus itu.

Mata hewan itu merah, bulunya kusut lengket oleh cairan yang tidak jelas. Sebuah genangan air kecil terbentuk di dekat kakinya. Jari-jari kakinya yang mungil bergetar seperti bulu-bulu tempuyung yang tipis dalam angin sepoi-sepoi. Dia hampir bisa melihat kuku kakinya.

Tangan Natalia berkeringat. Dia menyekanya di bagian depan celana jinsnya, menyentuh ikat pinggang yang dipinjamnya dari seorang teman.

Dia menyukai penampilannya. Tak lama lagi baju kausnya akan diganti dengan kemeja berkancing kotak-kotak, begitu dia menemukan tempat yang menjualnya. Namun sebelum itu dia harus menamatkan sekolah menengah.

"Sudah selesai?" tanya ibunya dari dapur.

Dia mendengar tantangan dalam nada bicaranya. Kemudian terdengar suara ayahnya yang terbangun, batuk dan mengerang. Dia mendengar ayahnya membuka pintu lemari. Kemudian terdengar suara sepatu bot yang berderap.

Lonceng dari gereja di dekat situ berbunyi untuk menandai selesainya doa malam. Natalia tidak menyadari betapa cepatnya hari terakhir liburan berlalu. Dia telah menyiapkan seragamnya untuk memulai hari berikutnya. Dia belum mencobanya.

Lonceng berbunyi lagi, bergema di sekitar ruang kosong di teras dengan nada yang sepertinya menyentuh hingga ke tulang sumsum.

Dia menyeka keringat dari dahinya, ke rambutnya yang cokelat seperti tikus yang ingin segera dipotong pendek.

Lonceng berbunyi lagi, dan sepatu bot ayahnya berdentuman berirama ke arah pintu.

Dengan satu gerakan cepat, lebih kuat dari yang seharusnya, tikus itu melayang pergi.

Cikarang, 14 September 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun