Kita bertemu di pinggir jalan. Aku ingat ketika itu hujan. Aku ingat, kok.
Kau menanyakan namaku, aku bilang Lyta.
Aku berbohong, aku tidak tahu kenapa.
Kau bilang kau sedang dalam perjalanan pulang, sesuatu tentang jadwal shift di rumah sakit.
Aku membayangkan kau seorang dokter, atau perawat, tapi sebenarnya berharap kau seorang tukang bersih-bersih. Atau pencuri.
Pikiran itu membuatku tersenyum.
Sebuah mobil berhenti di belakang mobilku. Aku ingat mobil itu berwarna biru. Aku ingat, kok.
Wajahnya yang khawatir tampak lebih tua darimu. Langit perlahan berubah dari hitam menjadi kelabu.
Kau bilang kau punya pacar, dia pasti khawatir. Pria itu bertanya tentang ambulans dan aku tersentak. Ponselku ada di dalam mobil. Kau mengulurkan tangan, memintaku untuk tinggal. Aku menatap pria itu, wajahnya berwarna jingga karena lampu yang berkedip-kedip. Pasti ada yang menelepon memberi tahu.
Pikiran bahwa aku akan terlambat ke kantor terlintas di benakku. Ketika tanganmu terjatuh ke belakang, aku mengulurkan tangan dan meraihnya. Kau menggigil dan berkata kau takut.
Aku juga takut, kok.
Aku mulai menggigil saat tanganmu mulai tenang. Orang asing itu, karena memang begitulah dia (bukan kamu, entah bagaimana tapi bukan kamu) mengambil tanganmu dari tanganku dan membantuku kembali ke mobilnya. Tangannya hangat. Aku mengatakan kepadanya, aku bilang pacarmu sedang menunggu.
Dia tidak mengatakan apa-apa. Kami melihat dan menunggu sampai mereka membawamu pergi.
Kami bertemu di pinggir jalan. Tangannya hangat, tanganku dingin.
Kau telah pergi.
Bogor, 9 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H