Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 129: Leunca Gandola

21 Januari 2024   10:31 Diperbarui: 21 Januari 2024   10:37 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Hanny berjalan menuju matahari terbenam ke lokasi foto Kimberly. Celana pendek poliester berwarna merah dan kuning yang dikenakannya terasa tidak nyaman karena agak ke kiri, tapi dia tidak berani terlihat sedang meluruskannya. Liana dengan gigih mengikutinya, kaki-kakinya yang lelah tenggelam ke dalam puncak dan palung pasir yang panas dan kering yang ditendang oleh kerumunan orang pada hari itu.

Di dekat permukaan air yang berlumpur, Hanny tersandung seorang pria tua yang mengenakan rompi kulit cokelat muda yang tidak sesuai dengan kaos berkerah hitam dan celana pendek khaki, duduk dengan kaki yang terentang dan setengah terkubur di pasir. Dia memegang ponselnya di satu tangan dan kentang bulat besar di tangan lainnya.

Pria tua itu mendongak keheranan, simetri aneh antara kentang dan ponsel, tergantung dalam kelembapan di antara keduanya.

"Apa ... sialan," Hanny mencibir. "Apa tengok-tengok?"

Liana menariknya pergi. "Ayo. Dia tidak disini. Selebriti diperbolehkan berbohong tentang check-in. Ini masalah keamanan."

"Dasar jelma kolot kentang!" Hanny memaki dari balik bahunya saat Liana menuntunnya kembali ke arah pulang.

Pria tua itu meletakkan kentangnya dan mengetik di ponselnya, 

Sayonara, Pantai Cermin! Sampai jumpa lagi kapan-kapan!

Like dari sepuluh juta follower---dan terus bertambah---membanjiri sebelum dia membaca pesan konfirmasi postingan. Emulator selebritinya bekerja lebih baik dari yang dia harapkan. Di bawah algoritma AI, sebiji terong ranti ungu di tangannya bermetamorfosis menjadi seorang gadis clubber dengan rambut sehitam bulu gagak, kulit mulus cokelat kemerahan terbakar matahari bercahaya kuning kecoklatan yang sempurna. Dua bintik samar terlihat di mata Kimberly, menatap ke arah kamera dengan tatapan menantang ala selebriti opera sabun Hollywood zaman dulu.

Saat dia mengagumi karyanya sendiri, pria tua terkejut melihat kerutan tiba-tiba muncul di sudut mulut.

Dia memasukkan kentang ke dalam tas kameranya dan berdiri, sambil mengibaskan pasir dari celana pendeknya. Dia harus berhenti di kedai sayuran dan memilih kentang baru dalam perjalanan pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun