Aku melukis wajahmu sepanjang waktu, seperti aku mengingatmu.
Tertawa. Marah. Melamun.
Aku mencoba menangkap lekuk liku tubuhmu dengan cat minyak.
Aku telah bekerja selama berhari-hari selama sepersekian waktu ini. Bersama-sama mereka lebih rendah darimu, bahkan tengkorak kerangka untuk menggantungmu.
Kadang-kadang, aku menangkap pandangan dari mereka yang tak bernama. Semua harus berbaring diam kemudian.
Di lain waktu, aku mencabik-cabikmu karena kamu bukan kamu. Aku tahu aku tidak bisa membawamu kembali. Aku meninggalkan labirin kubus dan duduk di tempat favorit kita, mencarimu. Aku menarik bernapas dalam-dalam untuk menghirup aromamu. Aku mencari jejak kakimu, dan mendengarkan desah napas hangatmu di udara.
Palimpsest*Â milikmu ada di hatiku, dan kubentangkan di bingkai ini hanya untukmu.
Aku melihat melalui jendela ke kursi ayun kita dan kotak mawarnya.
Aku melihat dari sana kembali ke studio, pada kolase kanvas tempatku tersesat selama bertahun-tahun. Saya membayangkan diri saya di sana melihat keluar, dibingkai oleh jendela, pemasangan penyesalan sang seniman.
Itulah beberapa caraku kehilangan dan menemukan diriku di dalam kamu, sekarang kamu pergi.
Mereka bilang mata adalah jendela jiwa. Aku diberkati dengan imajinasi yang memungkinkanku melihatmu diam dengan wajahmu di jendelaku.
Aku melukis dan melukis, sampai malam terlewat. Melukis.
Aku menarik tirai dan menutup mata, dan aku masih melihatmu. Dan aku masih melukis.
Kamu hadir dalam mimpiku ketika tanganku kosong tetapi kamu tidak pernah ada ketika aku terjaga dan memutar kepala.
Aku memiliki hari-hari istimewa, dan juga hari-hari buruk.
Lalu membersihkan dinding studio. Aku memilih potret dan menempelkannya di sana, rendah ke bawah. Aku duduk memunggunginya.
Aku menggeser kursiku ke belakang dan ke depan, sampai wajahmu terpantul di sebelah wajahku, dan kemudian aku melihat kita bersama, duduk di kursi ayun, hampir tak bergerak.
Cikarang, 14 Mei 2023
 *Palimpsest: naskah perkamen yang dituliskan di atas bahan yang pernah ditulisi tulisan lain. Kadang-kadang tulisan lain itu pun masih dapat dibaca. Namun, tulisan itu baru bisa terbaca dengan cara menggunakan fotografi ultraviolet. (wikipedia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H