Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 90: Cinta Hanyalah Sebuah Kata (Sampai Seseorang Memberinya Makna)

30 April 2023   08:59 Diperbarui: 30 April 2023   08:59 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matamu dengan sia-sia mencari pola di plafon langit-langit popcorn di atasmu. Dengan kepala berdengung penuh lebah, kamu sangat menyadari bentuk bola matamu. Kasap. Oh, keajaiban kopi dan seberapa baik kafein membuatmu tetap sadar, seperti air metaforis khusus orang dewasa. Sampai keesokan paginya, ketika kamu berharap lidahmu berbulu.

Pagi lainnya, terhuyung di dapur yang sepi, tempat kamu dan lelakimu terhubung dalam semacam diagram Venn. Lingkaran kalian hanya tumpang tindih jika menyangkut hidangan. Ironi pernikahan dan cicilan.

Memulai hari dengan lidah berbulu dan sebagainya, kamu terseok-seok di ruang keluarga. Dalam perjalanan ke dapur, menunggu pikiranmu benar dengan sendirinya. Kamu menangkap bayangan di cermin, dan begitulah rupa vampir kurang darah balas menatapmu.

Berita pagi bergema kencang di latar belakang saat kamu mengisi ketel. Tidak ada apa-apa selain laporan biasa tentang kekerasan biasa, narkoba, dan masturbasi politik antara kaum koalisi ini dan koalisi itu. Kabar kebajikan merupakan tanggung jawab sosial perusahaan oleh kaum kapitalis terselubung. Bosan, kamu mematikannya, mendesah melihat tumpukan piring kotor di wastafel.

Geraman rendah keluar dari tenggorokanmu saat pandangan beralih ke cangkir yang terletak di sebelah wastafel yang meluap.

Cangkir itu.

Entah bagaimana, di tengah tumpukan piring, cangkir itu menonjol seperti mercusuar penanda karang. Gagangnya yang cuil dan warnanya yang suram menandakan matamu dalam mode Mata Sauron mengarah ke Cincin.

Kebencian irasional terhadap cawan ini hampir bisa dianggap sebagai latihan fisik, dan kamu memelototinya seolah-olah dia adalah makhluk hidup yang mampu merasakan ketidaksukaanmu.

Cangkir itu milik lelakimu, yang menolak berpisah dengannya meskipun kamu sudah memprotes keras. Kamu pikir dia menyimpannya karena dia tahu betapa kamu membenci benda itu. Dia mengklaim usianya menambah rasa pada kopi, tetapi yang kamu lihat hanyalah cangkir sumbing, bernoda, retak, dan koloni bakteri. Sebuah cawan petri.

Biasanya, strategimu membiarkan cangkir di wastafel seolah-olah selalu kotor. Usahamu sebelumnya untuk menyembunyikan cangkir di rak paling atas di sudut belakang digagalkan oleh tinggi badanmu  yang 156 cm melawan 171 cm. Dia pasti sudah menemukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun