"Dengan wawasan seperti itu,. Kamu seharusnya berada di pengadilan." Dia menusukkan jari telunjuk ke arah Hulubalang. "Khawatirkan aku ini, jurumudi. Apa yang terjadi ketika keinginan hatimu tercapai? Kamu jadi siapa?"
"Hah." Hulubalang menuangkan bir pletok lagi untuknya. "Apa yang terjadi jika makanan enak dimakan? Apakah kamu pernah lapar lagi?"
"Kau memutarbalikkan kata-kata," gerutu Api Salju. "Itu pekerjaanku."
Giliran Hulubalang tertawa. "Menurutmu mengapa aku bisa terus bersamamu? Kita berputarbalik bersama, tidak pernah saling menguasai. Jujur saja. Hanya sedikit yang bisa mengimbangimu."
Senyum di bibir Api Salju mencair. "Tidak."
"Jadi mengapa harus khawatir? Sudahkah kamu mencapai keinginan hatimu?"
"Mungkin." Dia berdiri, mondar-mandir ke jendela yang menghadap ke jalan, lalu kembali ke meja. "Hasrat telah membelah membuat hatiku terbagi."
"Pembagian hanyalah perkalian dengan nama lain."
Api Salju berbalik cepat seperti pedang yang sering dia bawa. Matanya berkilat. "Dan seorang pria hanyalah orang bodoh dengan nama lain."
Hulubalang terkekeh. "Jadi, apa yang terjadi dengan hatimu?"
Api Salju kembali berpindah ke jendela, wajahnya murung dan gelap seperti badai di musim kering. Terdengar seseorang berteriak pada bagal di jalanan di bawah. "Seorang pria pindah ke semak-semak ketika aku lengah sekejap."