Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nggak Gampang "Hidup" Sebagai Zombie (Delapan Belas)

15 April 2023   09:32 Diperbarui: 15 April 2023   09:41 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya....

"Inces!" pria itu berteriak keras dan berbalik ke arahnya. "Kamu tidak akan percaya siapa ini. Kamu tidak akan percaya!"

"Siapa itu, Son?" suara wanita yang disebut Inces berteriak lagi.

"Kemari dan lihat sendiri," jawabnya.

"Jawab saja, sialan!" teriak Inces. "Aku lagi nggak mood buat bercanda!"

"Aku nggak bercanda, sayang," kata Sony. "Gogon Aruana. Kamu ingat Gogon Aruana, kan?"

"Gogon teman SMP?" Inces terbahak-bahak. "Si anak monyet?"

"Anak monyet," Sony tertawa, dan berbalik ke arah Gogon.

"Betul-betul sial kau," kata Sony padanya. "Kudengar kau punya masalah. Tentu saja. Ada orang di Cipoa yang menjual karcis ke kuburanmu. Sial betul! Astaga! Ada apa, Gon?"

"Namaku Edi," kata Gogon tenang. "Aku tidak mengenalmu."

"Edi! Hahaha... lucuuu!" Rick dan berteriak, "Katanya namanya Edi! Hahaha!"

Dia berbalik ke Gogon dan bertanya.

"Edi, hah? Edi apa?"

Gogon terdiam beberapa saat sebelum menjawab.

"Baramuda," katanya, dan dia tidak tahu mengapa dia mengatakannya, atau dari mana nama itu berasal. Gogon pikir dia hanya sekadar mengarang saja.

"Edi Baramuda", ulangnya.

Sony tampak tak suka. Rahangnya mengeras dan tangan kanannya yang besar mengepal.

"Jangan bercanda denganku, Nak Monyet," semburnya. "Di sini aku bicara baik-baik denganmu dan kau mengolok-olokku? Aku sangat tersinggung, bro! Dasar anjing!"

"Katanya dia salah satu dari kalian!" dia balas berteriak pada Inces. "Katanya namanya Baramuda."

"Yang bener!" Inces kembali berteriak, dan kali ini dia muncul berikut pantatnya datang merayap di sepanjang tepi sungai untuk melihat sendiri.

Gogon sama sekali tidak mengenali salah satu dari mereka.

Sony tingginya hampir dua meter, dan bobotnya mungkin hampir satu setengah kuintal.  Potongan rambut pendek ala narapidana di penjara, bercambang, bisep menonjol dan tato di pergelangan tangannya yang mengeja kata "Neraka" dalam font yang menyerupai kawat berduri.

Tubuh 'Inces' pendek tapi hampir seberat Sony, dengan rambut pirang tebal, panjang, kusut, dan mengenakan pakaian ketat yang memperlihatkan dengan jelas setiap gulungan lemak yang melapisi tubuhnya. Wajahnya berkeringat dan pucat, dan dia menahan bibirnya saat berkata, "Gogon cilik. Bajingan! Lu bilang nama lu Baramuda? Lu tahu nggak ada Baramuda selain gue. Edna!"

"Bukankah dia pernah bilang suka padamu?" Sony bertanya padanya.

"Cowok mana yang nggak suka sama gue?" dia tersenyum. "Gue udah banyak yang naksir waktu umur gue dua belas!" lanjutnya.

"Dan lu pecundang," katanya kepada Gogon. "Dari tampang lu sih, masih kelihatannya. Tapi, hei, bukannya Bronson bilang dia sudah mati?"

"Ya," Sony mengangguk. "Dan tidak ada yang melihat dia sejak itu. Enam bulan, bukan?"

"Paling nggak enam bulan," Inces setuju.

"Dan sekarang dia muncul di Situ Cilamping sini. Mungkin sembunyi dari anak-anak geng Kezelin, ya? Betul, tidak? Terlalu pengecut untuk menunjukkan muka kau di Cipoa?"

"Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan," kata Gogon kepada mereka. "Namaku Edi."

"Baramuda?" ejek Inces. "Ayo. Gue pingin denger lu bilang langsung di depan gue."

"Baramuda," ulangnya. "Edi Baramuda."

"Tunggu sampai anak-anak mendengar ini," kata Sony. "Kau mungkin mengira kau aman di sini, monyet. Seharusnya kau terus saja lari. Kau bisa melakukannya sekarang." Wajahnya memancar aura kematian saat memukulkan tinjunya ke telapak tangannya yang lain.

"Selamat tinggal," kata Gogon dan berbalik pergi.

"Oh, gitu aja?" teriak Sony. "Enak banget. Kau pikir segampang itu, hah? Tidak boleh ada yang main-main dengan Sony Sapuijo! Kau harus tahu itu, anak monyet! Aku menghajarmu waktu kelas tujuh dan aku akan menghajarmu lagi sekarang di sini."

Tapi Gogon sudah lenyap. Dia menyelinap di belakang semak-semak dan masuk ke halaman rumah tetangga, melompati pagar dan menghilang.

Sony dan Inces tersandung-sandung mengejarnya, berakibat jatuh menimpa satu sama lain dan jatuh berkali-kali di sepanjang tepi sungai.

Mereka saling mendorong dan akhirnya terseok-seok kembali ke tenda mereka, berteriak-teriak 'sialan'.

"Aku akan menemukan anak sialan itu," kata Sony. "Dan begitu ketemu...."

Dia membiarkan kata-katanya menggantung di udara dan Inces mengangguk lalu berkata, "Ya."

BERSAMBUNG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun