Sarritha sangat bersyukur ketika pelajaran berakhir tepat setelah dua jam. Dia yakin tubuhnya akan lebam dan memar kebiru-biruan pada hari berikutnya, tetapi untuk saat ini dia harus pergi ke istana Angrokh dalam satu jam dan bekerja.
"Bolehkah saya meminjam kudanya?" dia bertanya saat berjalan keluar dari gerbang kastil Kendida.
"Tentu, tetapi kamu harus meninggalkannya di kastil Angrokh untuk latihan menunggang kudamu."
Setelah menjawab pertnyaannya, Thozai meninggalkannya sendirian. Sarritha berpikir pasti Thozai akan tidur setelah melatihnya dan dia sendiri akan bekerja keras di perpustakaan.
Sarritha pergi ke istal dan memasang pelana kudanya sambil berbicara dengan hewan itu.
"Hai Kuda," dia tersenyum sambil berbisik. "Kamu adalah kuda yang sangat istimewa dan aku senang sekali mendapat kehormatan untuk menunggangimu." Pelana sudah terpasang. "Aku ingin buru-buru pulang dengan segera. Jika itu adalah dengan anugerahmu, tolong jangan biarkan aku jatuh."
Kemudian dia menendang rusuk hewan itu dengan tumit sepatunya dan keduanya melesat pergi.
Sarritha melewati orang-orang yang sedang berjalan menuju tempat kerja. Mereka mengawasinya saat dia melewati mereka dengan sangat cepat. Dia sampai di rumah dan mengikat kuda di jendela lalu mandi cepat. Memakai seragam penjaga buku dan keluar lagi.
Dia tidak punya waktu untuk hal normal, seperti berkuda di satu sisi bagai wanita umumnya. Sebaliknya, dia mengayunkan kakinya dan membalap angin menerbangkan rambutnya hingga kering.
Sarritha bahkan tidak tahu seberapa cepat dia melaju karena pikirannya tertuju pada tiga taktik setiap hari.
Di mana aku harus mendapatkan buku yang mengajarkan semua itu? Dia bertanya pada dirinya sendiri.
Memang Thozai mengatakan bahwa dia akan meminjamkan beberapa buku dari perpustakaan Ratu Kendida, tetapi dia tidak akan menunggu untuk itu.
Saat dia melesat melewati para penjaga di gerbang, mereka melihat seragam penjaga bukunya dan saling memandang dengan penuh tanda tanya.
Sarritha berhasil melewati pintu perpustakaan tepat waktu, dan tentu saja seperti biasa Angrokh sudah ada di sana. Dia meminta Sarritha menemuinya.
"Ya, Tuan," Sarritha melapor ke ruang baca.
"Sarritha, aku sedikit mengkhawatirkanmu."
"Mengapa, Tuan?" tanyanya. Sarritha bingung mengapa dia dipanggil ke sana.
"Apakh kamu sudah melihat cermin hari ini? Ini adalah hari pertama pelatihan dan matamu terlihat seperti mata beruang."
"Oh!" hanya itu yang keluar dari mulutnya. Memarnya pasti sudah terlihat. "Guru memiliki cara mengajar yang aneh."
"Jika dia terlalu keras padamu, aku akan memberi tahu ratu ..."
"Tidak, tidak, jangan," kata Sarritha tiba-tiba. Hampir saja dia menampar mulutnya sendiri. "Tidak akan terlihat bagus jika saya mengeluh, Tuan."
Angrokh mengamatinya lalu berkata, "Kalau dia sudah leterlaluan, kamu bisa datang kepadaku dan aku akan memastikan bahwa dia akan menjadi lebih lunak. Ngomong-ngomong kenapa dia memilihmu?"
"Saya benar-benar tidak tahu, Tuan," jawab Sarritha dengan sungguh-sungguh.
Angrokh mengangguk lalu melambaikan tangannya.
Di mejanya ada arsip Sarritha. Dia mencoba untuk melihat mengapa Thozai begitu tertarik pada gadis itu, tetapi dia tidak menemukan sesuatu yang tidak biasa tentangnya.
Mungkin dia harus melakukan apa yang dilakukan Nusvathi dengan mengirim mata-mata yang akan memantau pelatihan mereka. Angrokh tidak ingin berada di kegelapan lagi.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H